Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Sumber Daya Air perlu Dikaji Ulang, Ini Rekomendasinya

Kompas.com - 22/09/2018, 16:20 WIB
Bhakti Satrio Wicaksono,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air yang masih dalam proses penyusunan di Komisi V DPR-RI, menurut Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL), perlu dikaji ulang.

Pasalnya, beberapa pasal dan ayat dalam RUU SDA masih memerlukan penjabaran berupa penambahan maupun penghilangan poin-poin untuk memastikan produk hukum ini berpihak pada kepentingan seluruh masyarakat dengan prinsip pemanfaatan berkelanjutan dan konservasi.

Direktur Center for Regulation, Policy, and Governance (CRPG), Mova Al’afghani, menyampaikan rekomendasinya. Mova menyoroti tiga poin yang menurut dia perlu dikaji ulang, yaitu terkait sistem penyediaan air minum (SPAM) berbasis masyarakat, Sanitasi, dan AMDK.

“Ini kan dari pasal 51 bahwa air minum ini prioritasnya pada BUMN, BUMD atau BUMDES, kelompok masyarakat ini tidak disinggung di dalamnya. Usulan kami adalah tolong dibuat kata-kata 'pelompok masyarakat' seperti pada PP 122. Karena kalau engga ada kata-kata masyarakatnya, kami khawatir dengan izinnya di mana 15,6 juta orang bergantung pada sistem ini,” ujar Mova.

Baca juga: Perubahan Undang-Undang Konservasi SDA Semakin Diperlukan

Selain pemuatan kelompok masyarakat dalam pasal tersebut, Mova yang menjadi pembicara dalam kegiatan Workshop Rekomendasi Multipihak pada RUU SDA, Kamis (20/09/2018) di Jakarta juga menyarankan untuk penghimbauan pada Sumber Penyediaan Air Minum berbasis masyarakat yang belum berbadan hukum, agar segera mengurusnya.

Kedua, Mova menyoroti kasus sanitasi atau air limbah. Menurut dia, sekitar 80 persen konsumsi air minum akan menjadi air limbah dan 30 juta orang di Indonesia tidak memiliki jamban. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara kedua tertinggi yang penduduknya buang air besar sembarangan.

“Di RUU SDA belum ada kata-kata soal air limbah atau sanitasi. Yang agak nyambung ada di ayat 6 ini, pengolahan kualitas air untuk pengendalian pencemaran air. Tapi menurut kami ini belum cukup untuk membuat aturan turunan berupa PP dan lain sebagainya. Kata sanitasi hanya ada di penjelasan,” katanya.

“Usulan kita, kita mem-break down (memecah-mecah) pasal 23 menjadi dua ayat, ayat 6 dan ayat 7, untuk mengaitkan dengan pelayanan dan pencegahan,” tambah Mova.

Kemudian, Mova juga mengkritisi perihal Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Dalam pasal 51, penjelasan air minum ada di dalam AMDK. Menurut dia, hal ini tidak bisa disatukan dan sebaiknya definisi air minum dilepaskan dari AMDK.

Mova menambahkan bahwa penyebutan AMDK sebagai air minum juga dinilai bakal membahayakan air perpipaan karena adanya penurunan investasi pada air perpipaan. Selain itu, dampak negatif lain terhadap lingkungan, seperti sampah plastik, pun tidak terhindari.

Hadir pada kegiatan yang sama, Ir Fary Djemy Fancis, MMA, Ketua Komisi V DPR-RI, menanggapi dan mendukung rekomendasi yang sampai padanya.

“Kita minta supaya ada konsep yang terintegrasi, yang jelas, nanti kita akan memberikan masukan, terutama terkait posisi SPAM. Kita akan cari celah di mana untuk membunyikan inisiatif masyarakat terkait SPAM yang berbasis masyarakat,” jelasnya.

Terkai permasalahan sanitasi, ia dan panitia kerja rancangan pembahasan Undang-Undang Sumber Daya Air akan membahas secara teknis hal ini. Namun ia belum tahu, apakah ini akan dimasukkan ke dalam batang tubuh Undang-Undang atau menjadi bagian dari peraturan menteri terkait.

Ia juga menyoroti soal AMDK. Menurut dia, poin ini perlu dibahas secara hati-hati karena poin ini pernah digugat di MK.

“Nanti akan kita minta definisi tentang AMDK dan sebagainya. Tapi intinya, pengusahaan terhadap air harus diberikan izin secara ketat dan sudah memenuhi hak rakyat terhadap air,” jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com