KOMPAS.com - Padang savana Afrika mungkin menjadi tempat yang kejam sekaligus tak kenal ampun bagi sebuah kehidupan. Siapa yang kuat akan bertahan hidup, sementara sisanya dapat menjadi makanan bagi pemangsa yang lapar.
Kelahiran bayi jerapah jadi salah satu contoh nyata.
Induk jerapah mengandung bayi-bayi mereka selama 15 bulan. Masa gestasi atau dikandungnya embrio di dalam kandungan yang panjang ini tentu ada maksudnya.
Hal tersebut diperlukan supaya betis bayi-bayi jerapah berkembang maksimal dalam rahim induk mereka.
Sebagian besar anak jerapah yang baru lahir beratnya sekitar 220 pon atau sekitar 99kg dengan tinggi lebih dari enam kaki atau mencapai 1,8 meter.
Lahir Langsung Berlari
Sesaat dilahirkan, tak ada waktu bagi mereka untuk bermanja-manja dengan sang induk.
Bayi yang menyentuh tanah harus segera mandiri, berjalan dan mengikuti induk mereka. Biasanya anak jerapah ini akan berdiri 30 menit setelah mereka dilahirkan.
Ahli saraf Dr. Jean-Marie Graic dari University of Padova, yang telah mempelajari otak jerapah, mengatakan bahwa saat lahir mereka adalah 'orang dewasa mini.'
"Sistem saraf mereka siap saat lahir, perbandingannya seperti anak manusia berusia satu tahun yang siap berjalan," kata Dr Graic dikutip dari National Geographic, Kamis (06/09/2018).
Menurut Dr Graic, saluran kortikospinalis otak jerapah diciptakan untuk siap memerintahkan otot-otot langsung setelah lahir, tidak seperti bayi manusia.
Bahkan, sebagai ilustrasi rata-rata jerapah yang baru lahir mulai berjalan 10.000 kali lebih cepat daripada manusia biasa.
Baca juga: Ternyata, Leher Panjang Jerapah Bukan untuk Makan, tetapi ?
Salah satu alasan manusia berjalan begitu lama adalah karena kita dilahirkan dengan kepala yang relatif besar untuk menyimpan otak. Di situlah sebagian besar energi perkembangan terkonsentrasi.
Tetapi pada jerapah, dan hewan lain yang menjadi incaran banyak predator, energi terkonsentrasi itu digunakan untuk pengembangan otot.
Lebih penting bagi mereka untuk menjadi cepat daripada menjadi pintar.
Ancaman Bahaya
Stephanie Fennessy, pendiri Giraffe Conservation Foundation sendiri menyoroti jika tingkat kematian untuk jerapah yang baru lahir sendiri bisa mencapai 50 persen atau lebih di daerah dengan kepadatan pemangsa tinggi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kematian mereka. Salah satunya adalah gerakan canggung anak-anak jerapah yang baru pertama kali belajar berjalan.
"Langkah awal yang kikuk dan pergerakan mereka selama beberapa hari pertama tampaknya menjadi daya tarik bagi pemangsa," kata Fred Bercovitch, direktur eksekutif Save the Giraffes.
Sementara Bercovitch menjelaskan anak jerapah harus mengikuti induk mereka setelah lahir untuk menemukan makanan bergizi.
Singa dan hyena termasuk predator paling berbahaya bagi jerapah muda. Jika terjadi serangan, induk akan berdiri didepan anak-anaknya dan menendang ke arah kumpulan predator tersebut.
Induk jerapah memang ahli dalam menyembunyikan anak-anak mereka namun tetap ada kondisi yang akhirnya menjauhkan para induk dari anak.
Baca juga: Fosil Nenek Moyang Luruskan Asal-usul Jerapah yang Membingungkan
Seperti air dan juga makanan, mau tidak mau membuat induk meninggalkan anak selama beberapa jam. Saat inilah merupakan saat paling rentan bagi anak untuk diserang predator.
Selain predator masih ada bahaya lain yang mengintai. Jerapah juga harus berhadapan dengan pemburu liar yang mengincar kepala serta ekor mereka.
Kepala jerapah biasa digunakan sebagai piala sedangkan ekor mereka berfungsi sebagai simbol status di beberapa komunitas.
Populasi jerapah juga menurun karena habitat mereka terpecah serta penyakit. Pada tahun 2016, jerapah masuk dalam daftar rentan terhadap kepunahan yang dikeluarkan oleh International Union for the Conservation of Nature (IUCN).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.