KOMPAS.com - Skizofrenia merupakan penyakit jiwa terberat dan kronis yang sampai saat ini diketahui satu penyebab pastinya. Meski begitu, banyak faktor berkontribusi terhadap terjadinya skizofrenia.
Mulai dari faktor genetis, kondisi pra-kelahiran, cedera otak, trauma, tekanan sosial, hingga stres bisa menyebabkan gangguan mental ini.
Pemakaian narkotika dan obat-obatan psikotropika pun bisa menjadi faktor pemicu skizofrenia.
Stigma Masyarakat
Seperti gangguan mental lainnya, penderita skozofrenia juga sering mendapat stigma buruk dari masyarakat.
Padahal, hal ini bisa memperparah kondisinya karena pada dasarnya penderita skizofrenia mengalami kesulitan berinteraksi dengan orang lain. Bahkan tak jarang mereka menarik diri dari aktivitas sehari-hari di lingkungan keluarga dan dunia luar.
Karena hal tersebut, maka lingkungan sosial pula lah—termasuk keluarga—yang memiliki peran penting dalam skizofrenia.
“Kalo depresi mekanisme perempuan dan laki-laki ada perbedaan. Kalau perempuan mungkin bisa curhat, tapi stigma masyarakat sering membuat pernyataan laki-laki tidak boleh cengeng," ujar dr. Eka Viora SpKJ, ketua Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia, ditemui saat Southeast Asia Mental Health Forum 2018, Kamis (30/08/2018) di Jakarta.
"Itu yang membuat laki-laki sulit mencari penyelesaian masalahnya, yang kemudian menjadi depresi," sambungnya.
Peran Keluarga
Dampak buruk dari skizofrenia, menurut Eva, penderita biasanya akan mendengar bisikan dan melihat halusinasi yang ada kecenderungan untuk melakukan tindakan buruk seperti bunuh diri, membunuh seseorang, dan menghancurkan sesuatu.
Baca juga: Skizofrenia Bisa Dideteksi Sejak dalam Kandungan
Untuk itu, uluran bantuan dari semua pihak diperlukan, terutama oleh keluarga.
Pasalnya, karena ada stigma yang memalukan ketika anggota keluarga menderita skizofrenia, banyak keluarga yang malu untuk membawa penderita ke dokter dan memilih ‘orang pintar’ untuk menyembuhkannya.
Pada tahap yang lebih ekstrem, bahkan ada keluarga yang membiarkan penderita dipasung.
“Jangan dibawa ke orang pinter. Sudah kondisinya lama, muter, ga ada penanganan yang tepat, itu makin lama perjalanan penyakitnya, pemulihannya juga makin lama. Tidak sebagus dengan penanganan yang cepat,” jelas Eka.
Terapi
Terapi Skizofrenia tidak bisa berjalan dari satu sisi saja. Biasanya, terapi ini merupakan kombinasi antara pengobatan dan psikoterapi.
Pengobatan diperlukan untuk menurunkan gejala skizofrenia. Sedangkan psikoterapi dapat membantu pasien untuk memahami, menerima dan menjalani penyakitnya.
Oleh karenanya, keluarga berperan penting dalam penyembuhan.
“Dalam skizofrenia keluarga berperan penting. Keluarga diberi edukasi paling tidak bagaimana keluarga membantu untuk membuat (pasien) patuh minum obat. Keluarga juga diajari gejala ketika skizofrenia kambuh. Keluarga harus sadar pada gejala-gejala itu,” jelas Eka.
Eka menambahkan, penyembuhan skizofrenia merupakan penyembuhan jangka panjang dan intensif.
Penderita skizofrenia membutuhkan pengawasan yang intensif yang membuat keluarga harus menghabiskan 15 jam setiap minggu untuk mengawas penderita skizofrenia.
Baca juga: Memakai Narkoba untuk Redakan Gejala Skizofrenia
Bisa Sembuh
Meski penyembuhan skizofrenia adalah sebuah jalan panjang, namun kembali Eka menegaskan, skizofrenia bisa disembuhkan.
“Yang penting adalah ketika dia sudah didiagnosis, kemudian ada support dari lingkungan terutama, yang tidak mendiskriminasi dia, itu dia akan jauh lebih baik pengobatannya,” tutup Eka.
Skizofrenia sendiri memiliki gejala-gejala yang dikenal sebagai psikotik di mana penderita memiliki gangguan dalam memproses pikirannya sehingga timbul halusinasi, delusi, pikiran yang tidak jelas dan tingkah laku atau bicara yang tidak wajar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.