KOMPAS.com – Banyak pria tidak sadar dirinya mengalami disfungsi ereksi. Saat suami berhasil melakukan penetrasi dan berhubungan seksual dengan istrinya, mereka merasa sehat dan tidak memiliki gangguan.
Menurut data The Global Study of Secual Attitudes and Behavior yang telah meneliti 29 negara termasuk Indonesia, menemukan jumlah penderita disfungsi ereksi terbanyak ada di Asia Tenggara (28,1 persen), diikuti Asia Timur (27,1 persen), dan Eropa Utara (13,3 persen).
Lantas, bagaimana membedakan seorang pria mengalami disfungsi ereksi atau tidak?
Dr. Nugroho Setiawan seorang ahli andrologi dari RSU Fatmawati, Jakarta, mengungkap ada empat tingkatan ereksi pada penis. Pria disebut tidak mengalami disfungsi ereksi bila berada di tingkat keempat.
Baca juga: Benarkah Sering Bersepeda Picu Disfungsi Ereksi?
"(Tingkat) Empat itu keras sekali, seperti timun muda. Pada tingkat ini (pria) tidak mengalami disfungsi ereksi," kata Nugroho ditemui dalam acara Sadari Penyebab dan Faktor Risiko Disfungsi Ereksi, di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (29/8/2018).
"Yang hardness, skornya 3 dan tetap bisa ereksi. Pada tingkat 3, dia (penis) besar, keras tapi tidak seluruhnya, dan cukup untuk penetrasi ke vagina, ini seperti sosis. Tapi mereka (pria) enggak tahu, kalau (di tingkat) ini sudah disebut disfungsi ereksi karena tidak maksimal (ereksi). Kalau tidak maksimal, ruginya pasti terjadi ejakulasi dini," jelasnya.
Sedangkan untuk tingkat pertama dan kedua, Nugroho mengibaratkan penis bagaikan kue moci yang kenyal.
Ketika seorang pria mengalami ereksi di tingkat pertama sampai tiga dengan ciri-ciri seperti disebutkan di atas, Nugroho menyarankan agar segera berkonsultasi pada dokter. Disfungsi ereksi bukan hanya permasalahan pria tetapi juga dapat memengaruhi psikologis pasangan.
Faktor pengaruh disfungsi ereksi
Saat ereksi, alirah darah akan menuju penis dan membuat penis menegang. Saat aliran darah ke penis terganggu, maka akan menyebabkan disfungsi ereksi.
Meski demikian, gangguan disfungsi ereksi juga bisa muncul karena ada gejala penyakit lain, seperti kardiovaskular, hipertensi, diabetes, depresi, gejala saluran kemih bawah, penyakit ginjal kronis, multiple sclerosis, penyakit peyronie, dan yang berhubungan dengan perawatan terhadap kanker prostat.
"Selain penyakit, faktor fisik dan psikologis juga dapat menyebabkan disfungsi ereksi," imbuh dokter dari RSU Fatmawati, Jakarta itu.
Kondisi fisik misalnya terjadi kerusakan pada saraf, arteri, otot polos, dan jaringan ikat di penis. Sementara masalah psikologis dipengaruhi oleh stres dan masalah hubungan personal dengan pasangan.
Semua faktor tersebut disebut dapat memicu dan memperburuk disfungsi ereksi.
Oleh karenanya, Nugroho mengatakan pria yang sehat adalah pria yang bisa ereksi kapan saja dan di mana saja.
"Pria yang ereksinya maksimal dan dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, menunjukkan tubuhnya sehat. Nah jika dia disfungsi ereksi, artinya tubuh pria itu tidak sehat," ungkapnya.
Baca juga: Menjanjikan, Suntikan Sel Punca Berpotensi Sembuhkan Disfungsi Ereksi
Disfungsi ereksi sangat erat kaitannya dengan pembuluh darah. Umumnya gangguan pembuluh darah terjadi pada usia di atas 40 tahun.
Di usia tersebut, ada proses degeneratif alami pada tubuh yang mengarahkan munculnya disfungsi ereksi.
Namun, dengan pola hidup sehat seperti berolahraga kardio, menghindari rokok yang dapat mempersempit pembuluh darah, dan rutin konsultasi kepada dokter kemungkinan besar kita dapat menghindari proses degeneratif yang mengarah pada disfungsi ereksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.