Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Temukan Bakteri yang Bisa Ubah Golongan Darah

Kompas.com - 22/08/2018, 18:00 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Pernahkah Anda membayangkan jika golongan darah Anda berubah? Mungkin Anda berpikir itu akan sulit terjadi.

Namun, bagi Steve Withers dari University of British Colombia hal itu mungkin saja terjadi.

Dalam presentasinya di pertemuan American Chemical Society, Withers mengatakan, dia telah menemukan cara mengubah golongan darah seseorang.

Dia menggunakan enzim bakteri yang baru ditemukan dan disimpan di usus manusia.

Untuk diketahui, golongan darah manusia ada 4 yaitu A, B, AB, dan O. Meski sel darah merah setiap golongan sama, tapi mereka memiliki gula atau antigen yang berbeda.

Selain itu, ada pula protein yang disebut faktor rhesus (rh). Faktor ini membuat golongan darah seseorang terbagi menjadi dua, positif dan negatif.

Hal ini membuat setiap golongan darah tidak bisa begitu saja ditransfusikan pada yang lainnya.

Temuan pengubah golongan darah ini kemudian diharapkan bisa membantu menyelamatkan jutaan nyawa manusia.

"Kami tahu bahwa gula yang sama yang ada di sel darah merah kami juga diproduksi di dinding usus," kata Withers dikutip dari New Scientist, Selasa (21/08/2018).

Berdasar hal itu, Withers dan timnya mulai mencari enzim dalam kotoran manusia yang memiliki kemampuan untuk mengupas sel gulanya.

Diperkirakan enzim itu kemungkinan diberi gula ketika dalam usus.

Para ilmuwan belajar bahwa enzim mengekstraksi gula dari protein di dinding usus, yang disebut mucin. Gula dalam mucin sangat mirip dengan antigen pada sel darah merah.

Baca juga: Golongan Darah O Punya Risiko Kematian Tinggi Jika Alami Cedera Serius

Ketika tim menambahkan enzim ke darah negatif Tipe A, ia makan antigen.

Hasilnya, darah berubah menjadi Tipe O rhesus negatif.

"Teknik ini dapat memperluas kegunaan pasokan darah saat ini karena jenis darah O dapat disumbangkan kepada siapa pun," kata Withers.

Dengan kata lain, metode baru ini bisa menolong orang di daerah dengan sumber daya rendah seperti pedesaan atau saat terjadi perang.

Namun, sebelum cara ini benar-benar digunakan, tim masih perlu menguji enzim ini lebih lanjut untuk memastikan tidak ada konsekuensi yang tidak diinginkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau