Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: "Googling" Gejala Penyakit yang Dialami Tak Selalu Buruk

Kompas.com - 21/08/2018, 19:34 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

Sumber Newsweek

KOMPAS.com - Bayangkan diri Anda menemukan sebuah benjolan yang terletak di bagian tubuh tak terduga. Apa yang akan Anda lakukan?

Sebagian orang mungkin segera membuat janji temu dokter. Namun, sebagian orang akan segera membuka mesin pencari google mereka untuk mengetahui perkiraan penyakit yang mungkin diderita.

Ini membuat "gejala ..." menjadi salah satu penelusuran populer di google.

Cara ini memang kadang memunculkan beberapa hasil tak mungkin, seperti sakit gigi merujuk pada kanker mulut.

Meski begitu, tim ilmuwan Australia menemukan bahwa metode pencarian gejala semacam ini mungkin benar-benar membantu.

Dalam makalah yang terbit di Medical Journal of Australia, Senin (20/08/2018), penelitian menunjukkan bahwa diagnosis dari mesin pencari bisa membantu pasien menguji lebih banyak kemungkinan karena lebih banyak informasi.

Keunggulannya...

Untuk mendapat temuan ini, para peneliti mengamati 400 pasien di ruang gawat darurat dua rumah sakit Australia.

Hasilnya, lebih dari sepertiga pasien "berkonsultasi" lebih dulu dengan google sebelum akhirnya datang ke rumah sakit.

Tentu mereka bukan yang pertama. 49 persen pasien juga mengatakan bahwa mereka berkonsultasi pada google secara teratur untuk mendapatkan nasihat kesehatan.

Para pasien ini merasa pencarian internet tersebut membantu mereka saat bertemu dokter atau paramedis lainnya.

Baca juga: Mencari Pemahaman Baru tentang Gangguan Bipolar lewat Sains

"Secara khusus, pasien melaporkan mereka lebih mampu mengajukan pertanyaan, berkomunikasi secara efektif, dan memahami penyedia layanan kesehatan," tulis para peneliti dalam laporan tersebut dikutip dari Newsweek, Senin (20/08/2018).

Kelamahannya...

Meski begitu, perlu diingat bahwa metode ini mempunyai kelemahan. Kritik yang paling umum tentang hal ini adalah bahwa informasi online tidak selalu konsisten dan akurat.

Artinya, cara ini bisa mengarah pada diagnosis yang salah.

Dengan begitu, ada kemungkinan bahwa cara ini justru menyebabkan kecemasan dan stres yang tidak perlu.

Hampir 40 persen pasien melaporkan merasa khawatir dan cemas akibat konsultasi dengan "dokter google".

Selain itu, muncul kekhawatiran, pasien lebih percaya pada diagnosis online dibanding dengan profesional paramedis.

Meski demikian, para penulis penelitian mengatakan, "Mungkin bermanfaat bagi dokter untuk mengakui dan mendiskusikan pencarian internet terkait masalah kesehatan dengan para pasien gawat darurat dewasa."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Newsweek
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com