Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Ujikan 2 Metode Belajar Burung, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 15/08/2018, 20:36 WIB
Bhakti Satrio Wicaksono,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Sama seperti manusia, pada masa awal kehidupannya, burung pipit juga perlu mempelajari sesuatu seperti kicauan yang khas dari spesies mereka. Dan sama seperti manusia, cara burung pipit belajar pun berbeda-beda.

Melihat adanya kesamaan ini, para peneliti pun mempelajari dua metode belajar yang bisa diadopsi manusia pada burung.

Richard Hahnloser, seorang professor dari ETH Zurich dan University of Zurich, bersama timnya melakukan penelitian pada burung pipit, yang dalam hal ini subjek penelitiannya adalah burung pipit zebra, tentang bagaimana burung tersebut mempelajari sesuatu hal.

Dalam eksperimen ini, para peneliti membandingkan metode pembelajaran observasi sesama anggota spesiesnya dengan metode belajar trial and error untuk dapat membedakan antara dua jenis kicauan burung: panjang dan pendek.

Baca juga: Bukan Kecanduan, Burung Pipit Ini Kumpulkan Puntung Rokok karena...

Jika tanpa persiapan khusus, diperlukan kira-kira 4.700 kali median pengulangan untuk menguasai suatu hal. Sedangkan jika burung pipit dapat mengamati burung yang lainnya ketika mempelajari sesuatu, maka mereka membutuhkan kira-kira hanya 900 pengulangan.

Kemudian dengan eksperimen yang ingin peneliti gunakan (trial and error) diperlukan 800 pengulangan.

Penyesuaian dengan hal baru yang lebih baik

Pada fase berikutnya, para peneliti menguji seberapa baik pipit zebra dapat menyelesaikan tugas yang sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan yang sebelumnya, yaitu burung harus dapat membedakan variasi panjang kicauan burung yang berbeda.

Melalui percobaan ini terungkap bahwa burung yang mempelajari tugas pertama melalui sistem trial and error dapat menyelesaikan tugas kedua secara praktis dengan mudah (800 pengulangan). Dengan kata lain, memiliki penyesuaian terhadap suatu masalah lebih baik.

Sebaliknya, burung yang mempelajari tugas pertama melalui observasi terhadap burung lain membutuhkan median sekitar 3.600 upaya.

"Hasil ini menunjukkan bahwa belajar dengan cara trial and error untuk pipit zebra adalah metode yang lebih kuat. Burung yang mempelajari keterampilan perseptual melalui trial and error lebih mampu untuk menyamaratakan dan menyesuaikan keterampilan itu dengan situasi baru daripada mereka yang mempelajarinya melalui observasi,” ujar Hahnloser.

Baca juga: Ribuan Burung Pipit Mati Misterius di Karangasem, Apa Penyebabnya?

Mempengaruhi otak

Komputer neural membantu dalam menginterpretasikan temuan mereka. Melalui cara ini, para peneliti menduga bahwa meskipun tindakan observasi melibatkan banyak persimpangan antara dua sel saraf atau sinapsis antara neuron di otak burung pipit, tapi ini masih dikategorikan lemah.

Sebaliknya, metode trial and error melibatkan jumlah sinaps yang lebih kecil, tetapi jauh lebih kuat, yang mengarah ke peningkatan kemampuan untuk menggeneralisasi.

“Dengan metode observasi, burung-burung mungkin fokus pada sejumlah besar detail kicauan, banyak di antaranya tidak relevan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dalam kasus trial and error, mereka mengingat lebih sedikit detail, tetapi fokus pada aspek yang paling menonjol dari lagu tersebut, seperti durasinya,” jelas Hahnloser.

Kendati demikian, korelasi antara metode pembelajaran yang berbeda dalam mempengaruhi otak anak-anak dan remaja dengan cara yang sama seperti eksperimen ini masih harus diselidiki lebih lanjut.

"Di masa lalu, penelitian tentang pipit zebra telah berulang kali memberikan petunjuk penting dan hipotesis untuk menyelidiki proses neurobiologis, khususnya dalam kaitannya dengan pembelajaran vokal. Temuan terbaru kami di kutilang juga mengarah pada hipotesis yang bisa dipelajari pada manusia untuk lebih memahami proses pembelajaran sosial," kata Hahnloser.

Sudah diterapkan pada siswa

Gagan Narula, seorang post-doctoral yang bergabung dalam kelompok Hahnloser, berpendapat bahwa apa yang dialami oleh burung memiliki kesamaan dengan bagaimana anak-anak dan remaja belajar.

“Pembelajaran aktif, yang berfokus pada eksperimen dan coba-coba, menjadi semakin lazim di sekolah. Di sekolah menengah, bahkan matematika sekarang diajarkan dengan bantuan eksperimen,” jelas Narula, seperti dilansir Kompas.com dari Science Daily, Selasa (14/08/2018).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau