JAKARTA, KOMPAS.com - Penggerebekan sebuah gudang kosmetika palsu di Balaraja, Provinsi Banten oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) seolah menegaskan bisnis ini meski membahayakan konsumen masih amat menggiurkan.
Apalagi, sebagian konsumen di Indonesia masih tergiur harga murah meski standar kualitasnya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Penggerebekan di Balaraja ini bukanlah kasus pertama. Berikut sederet pengungkapan kasus kosmetik palsu dalam lima tahun terakhir.
1. Penyitaan konsumen palsu di Mataram, NTB (2014)
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Mataram menyita ratusan kosmetik palsu dan berbahaya yang beredar bebas di pasar tradisional Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Petugas menyita berbagai jenis kosmetik merek terkenal yang dipalsukan, kosmetik tanpa izin edar, dan aneka krim pemutih yang mengandung bahan berbahaya seperti merkuri dan hidrokuinon.
Baca juga: BPOM Gerebek Pabrik Kosmetik dan Obat Ilegal di Balaraja
Menurut para pedagang, selama ini tidak ada keluhan dari konsumen yang membeli barang dagangannya.
Justru semakin banyak pembeli yang mencari krim pemutih ini, karena efeknya jauh lebih cepat dibandingkan dengan merek terkenal yang harganya lebih mahal.
2. Polda Jabar bongkar industri pemalsuan kosmetik (2015)
Polda Jawa Barat membongkar industri pemalsuan kosmetik merek terkenal, di sebuah perumahan di Kampung Karajan, Desa Pucung Kota Baru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Petugas menyita ribuan kosmetik palsu dengan merek-merek terkenal berupa bedak, pemutih wajah yang sudah siap edar, alat peracik, dan bahan-bahan olahan kosmetik palsu.
Tak hanya itu, pihak polisi juga mengetahui kegiatan peracikan dan pengemasan kosmetik itu tidak memiliki izin produksi dan izin edar yang dikeluarkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia.
Baca juga: BPOM DKI Gerebek Gudang Alat Kosmetik Ilegal di Kapuk Muara
Beberapa merek yang dipalsukan antara lain yakni Citra (body lotion), Cushon, dan Marcks (bedak bayi dan wanita), serta kosmetik merek terkenal lainnya.
Pelaku pemalsuan diancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp 1,5 miliar.