Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Cara Terbaik Menyelamatkan Duyung yang Terdampar?

Kompas.com - 26/04/2018, 20:06 WIB
Shierine Wangsa Wibawa,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

BINTAN, KOMPAS.com - Meskipun kini duyung sudah tidak diburu lagi di Desa Pengudang, Kabupaten Bintan; ancaman bagi spesies ini rupanya belum berakhir.

Hewan ini sering kali ditemukan dalam keadaan mati karena terdampar atau tidak sengaja tertangkap oleh para nelayan (bycatch).

Namun, kadang kala duyung ditemukan masih hidup dan butuh bantuan sesegera mungkin. Inilah yang sedang disosialisasikan oleh Dugong & Seagrass Conservation Project (DSCP) Indonesia.

Kepada Kompas.com, Rabu (25/4/2018), Adriani Sunuddin, dosen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) berkata bahwa upaya penyelamatan duyung di Desa Pengudang, Bintan sudah cukup bagus.

Baca juga: Lestarikan Dugong untuk Lamun dan Manusia

Dibantu oleh sosialisasi dari DSCP Indonesia, para nelayan di desa ini secara otodidak sudah tahu cara menyelamatkan duyung yang tersangkut jaring atau terdampar.

Akan tetapi, duyung yang baru lahir masih sangat riskan dan tidak bisa dilepaskan ke alam liar begitu saja.

“Harus dibawa ke lingkungan yang bisa diobservasi manusia langsung,” ujarnya.

Sayangnya, prosedur ini terkendala kesulitan memindahkan duyung dan keterbatasan dokter hewan. Selain itu, bayi duyung juga membutuhkan susu khusus dan kandang yang sudah diperhitungkan pasang surutnya.

Adriani teringat kembali upaya penyelamatan bayi duyung yang pernah dia alami. Walaupun telah diselamatkan dan diobati luka-lukanya, bayi duyung tersebut mati 2-3 minggu kemudian karena terkena badai dan belum bertemu induknya.

“Jadi, di sini kalau ada kejadian terdampar, kalaupun hidup butuh terobosan perawatan dan pelepasliaran. Sekarang masih case by case, kalau bugar bisa dilepas,” ujarnya.

Cara Penyelamatan

Meski demikian, Adriani tetap membagikan langkah-langkah menyelamatkan duyung yang perlu diketahui oleh masyarakat:

1. Lihat apakah duyung hidup atau mati. Bila sudah mati pun, perlu dilihat apakah sudah busuk atau masih segar. Selanjutnya, bangkai duyung perlu segera dikubur atau dibakar.

2. Lihat kondisi dan ukurannya. Kalau duyung sudah besar, bisa dipulihkan dan dilepasliarkan. Akan tetapi, bayi duyung harus dirawat terlebih dahulu. Apabila ada luka, harus disembuhkan dahulu sebelum bisa kembali ke laut.

Baca juga: Kisah dari Desa Pengudang, Selamatkan Ikon Bintan dengan Menjaga Lamun

Di samping langkah-langkah di atas, masyarakat juga diharapkan untuk mempelajari dan menyebarkan informasi tentang duyung, menghindari membuang sampah sembarangan ke laut, mendukung upaya konservasi pemerintah Indonesia, dan melaporkan kematian duyung ke aparat setempat.

Masyarakat juga bisa berbagai dan melaporkan kejadian-kejadian duyung kepada DSCP Indonesia.

Rentan punah

Hal-hal di atas merupakan komponen penting dalam upaya konservasi duyung.

Perlu Anda ketahui, duyung (Dugong dugon) berstatus rentan punah menurut Badan Internasional Konservasi Alam (IUCN). Spesies ini juga termasuk yang dilindungi dalam Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Padahal, duyung adalah hewan yang sangat luar biasa. Mamalia laut yang bisa mencapai usia 70 tahun dengan panjang tiga meter dan berat 450 kilogram ini berperan penting dalam menyeimbangkan ekosistem lamun.

Lamun sangatlah penting bagi manusia dan biota laut. Walaupun hanya tersebar pada 0,2 persen seluruh perairan di bumi, lamun mampu menyimpan dua kali karbondioksida (CO2) yang disimpan oleh hutan di darat.

Padang lamun juga berfungsi menyaring limbah untuk menjaga kualitas air laut, melindungi area pesisir agar tidak mudah terkena abrasi dan menjadi rumah bagi banyak biota laut; di samping merupakan makanan utama duyung.

Sayangnya, duyung rentan punah karena berbagai karakteristiknya, ujar Sukendi Darmasyah, SPi, MSi dari Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Baca juga: Terdampak Reklamasi, Lamun Sehat di Indonesia Tinggal 5 Persen

Di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, Sukendi menjelaskan bahwa duyung sangat tergantung pada habitatnya, yakni padang lamun.

Siklus reproduksi duyung juga lambat. Ia butuh 10 tahun untuk menjadi dewasa, hamil selama 14 bulan dengan interval 2,5-5 tahun, hanya melahirkan satu bayi, dan tergantung pada susu induknya selama 18 bulan.

Kondisi ini diperparah oleh kebiasaan memburu duyung berskala lokal untuk daging, air mata, dan taringnya. Lalu kalau pun daerah-daerah seperti Desa Pengudang sudah tidak lagi memburunya, duyung masih sering ditemukan terjaring atau tertabrak kapal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau