BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Schneider

Cuma Satu Klik, Bumi Bisa Rusak!

Kompas.com - 05/04/2018, 07:41 WIB
Haris Prahara,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Mendekatkan yang jauh, begitulah dampak perkembangan teknologi digital saat ini. Dunia seolah tak lagi berbatas, jarak ratusan ribu mil bisa ditembus dalam satu jari.

Suka tak suka majunya peradaban tersebut menimbulkan disrupsi dalam cara berkomunikasi antarmanusia.

Jika dahulu menerima amplop berisi surat dari seseorang adalah suatu kebanggaan, kini hal itu mungkin dipandang biasa saja. Mungkin, malah terasa arkais.

Mesin waktu terus bergerak pasca era surat-menyurat dengan kertas. Telepon seluler dan internet mulai muncul ke permukaan. Sarana manusia berkomunikasi bertambah lagi dengan hadirnya teknologi e-mail.

Dunia mungkin perlu berterima kasih kepada seorang pria bernama Ray Tomlinson (1941-2016), sang penemu e-mail.

Berkat hadirnya e-mail, komunikasi masyarakat dunia kian mudah dan cepat. Mengirimkan kabar hanya dalam beberapa detik pada kerabat di Benua Afrika? Bisa.

Atau, ingin mendapatkan informasi apakah proposal bisnis Anda diterima perusahaan dengan markas berbeda kota? Bisa juga.

Melalui e-mail, manusia saling tersambung tanpa tersekat wilayah maupun waktu. 

Selain memudahkan komunikasi, e-mail juga dipandang lebih ramah lingkungan karena mampu mengurangi penggunaan kertas.

Ilustrasi e-mailSHUTTERSTOCK Ilustrasi e-mail
Namun, sadarkah Anda, penggunaan e-mail tak sepenuhnya baik untuk lingkungan?

Seperti dilansir The Washington Post, Kamis (25/1/2017), setiap email yang kita kirim menambah sedikitnya 4 gram karbon dioksida (C02) pada atmosfer. 

Sebagai perbandingan, jika kita mengirim hingga 65 email, itu setara dengan polusi kendaraan bermotor yang dikendarai sejauh 1 kilometer!

Tak hanya itu, menerima e-mail sampah (spam), meskipun Anda tidak membukanya, tetap menyumbang sekitar 0,3 gram karbon dioksida.

Menurut pakar lingkungan Mike Berners-Lee, besaran emisi di atas disumbangkan oleh komputer yang menyala, server, router, maupun perangkat lainnya.

Bijak berenergi

Mengirim e-mail hanyalah satu dari daftar panjang aktivitas manusia sehari-hari yang acap kali dipandang tidak berkontribusi pada perusakan lingkungan.

Ternyata, mengetik tidak penting dalam mesin pencarian Google bisa meninggalkan jejak 0,2 gram karbon dioksida.

Demikian pula mengirimkan pesan singkat melalui gawai turut menyumbang sedikitnya 0,014 gram karbon dioksida.

Berkaca pada hal-hal di atas, ada baiknya setiap indvidu memanfaatkan teknologi secara cermat. Setiap tindakan yang kita lakukan dengan perangkat teknologi ternyata mampu meninggalkan jejak pada kerusakan planet ini.

Bisa dibayangkan pula, seberapa besar dampak kerusakan lingkungan akibat penggunaan e-mail secara masif dalam dunia profesional, misalnya perkantoran. 

Jika suatu gedung di kawasan bisnis memiliki 20 lantai dan setiap lantainya dihuni oleh satu perusahaan masing-masing 100 orang, sudah berapa besar karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas surat-menyurat elektronik atau mengetik.

Ilustrasi gedungSHUTTERSTOCK Ilustrasi gedung
Selain menumbuhkan kesadaran setiap individu untuk memanfaatkan teknologi dengan bijak, sejatinya masih ada cara lain untuk meminimalkan ekses negatif teknologi terhadap kerusakan lingkungan.

Salah satu cara yang bisa dilakukan perusahaan atau pengelola gedung adalah menerapkan sistem pengelolaan energi ramah lingkungan. Misalnya, dengan teknologi EcoStruxure dari Schneider Electric.

Melalui inovasi tersebut, pengelolaan alat elektronik maupun pengoperasian gedung dapat dikontrol sesuai kebutuhan. Pemantauan energi terpakai pun dapat dilakukan secara real-time melalui pemanfaatan teknologi digital (IoT).

Dengan begitu, perusahaan maupun pebisnis lainnya mampu menghemat penggunaan energi serta berperan aktif dalam pelestarian lingkungan.

Nah, bagi Anda yang ingin mengetahui lebih dalam terkait inovasi EcoStruxure serta efisiensi energi yang dihasilkan, ada baiknya Anda mengunjungi Innovation Summit 2018 Schneider Electric. Pergelaran itu berlangsung di Hotel Mulia, Jakarta, pada 18-19 April 2018.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com