Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terapi Cuci Otak Dokter Terawan Bisa Obati Stroke? Ini Kata Ahli

Kompas.com - 04/04/2018, 19:07 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com — Kontroversi mengenai terapi cuci otak atau brain wash yang dicetuskan dr Terawan Agus Putranto menghiasi pemberitaan beberapa hari terakhir. Apalagi, setelah dokter spesialis radiologi dari RSPAD Gatot Subroto itu diberhentikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Sebelumnya, Terawan mengaku, terapinya ini memberikan hasil yang bagus kepada pasien.

"Ada banyak pasien yang merasa sembuh atau diringankan oleh terapi 'cuci otak' itu,” ujar Terawan, dilansir dari Wartakotalive.

Ternyata, sebelum pemberhentian oleh MKEK IDI, terapi yang dicetuskan oleh Terawan telah lama mengundang pro dan kontra. Salah satunya dari Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi).

Dalam laporan Kompas.com tahun 2012, Ketua Umum Perdossi Prof M Hasan Machfoed mempertanyakan terapi cuci otak tersebut untuk penderita stroke. Hal ini diungkapkan pada pembukaan Pertemuan Ilmiah Nasional Stroke di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (23/11/2012).

Baca juga: Terapi Cuci Otak Tak Bisa Cegah dan Obati Stroke

Prosedur Waktu

Menurut Hasan, pada terapi cuci otak, terapis memasukkan obat ke pembuluh darah otak penderita stroke. Dalam dunia kedokteran, proses itu disebut trombolisis yang memiliki prosedur batas waktu ketat.

Dalam panduan, trombolisis dapat diberikan hingga 8 jam setelah penderita terkena stroke. Tapi, jika terapi itu diberikan pada pasien yang serangan sudah lebih dari 8 jam, apalagi berbulan-bulan atau bertahun-tahun, bisa menimbulkan masalah.

Kontroversi ini tidak berhenti pada tahun 2012 saja.

Hanya alat diagnosis

Menurut laporan Kompas.com 2014, para ahli saraf berpendapat, terapi cuci otak tidak dapat mengobati penyakit stroke. Itu karena alat yang digunakan pada terapi ini sebenarnya untuk melakukan diagnosis saja.

Alat yang dipakai dalam terapi cuci otak dokter Terawan adalah Digital Substracion Angiography (DSA).

"Brain wash itu bukan istilah kedokteran. Metode yang digunakan DSA itu alat diagnostik, sama seperti alat rontgen. Jadi bukan untuk terapi," ujar Hasan dalam Seminar Neurointervensi di Jakarta, Kamis (17/12/2014).

Prosedur DSA menggunakan kontras untuk memperjelas gambaran pembuluh darah. Saat prosedur ini dilakukan, pasien diberikan obat heparin untuk mencegah pembekuan darah selama prosedur.

Melalui DSA, kelainan pembuluh darah di otak bisa diketahui. Setelah itu, pasien akan diberi terapi atau pengobatan yang sesuai dengan kelainannya.

Menurut Hasan, penggunaan dasar DSA sebagai alat terapi stroke harus dibuktikan terlebih dahulu secara ilmiah.

“Dari segi etika kedokteran, tidak dibenarkan (penggunaannya tanpa pembuktian ilmiah). Kode etik kita sangat berat karena berhubungan dengan kesehatan manusia. Untuk penelitian harus dicoba dulu pada hewan. Pokoknya sangat ketat karena taruhannya nyawa,” ujar Hasan.

Baca juga: Amankah Menjalani Terapi Cuci Otak?

Dokter Spesialis Saraf Fritz Sumantri Usman menambahkan, DSA sudah digunakan sejak lama sebagai alat diagnostik. Dunia internasional pun hingga saat ini hanya menyetujui DSA sebagai alat diagnostik, bukan untuk pencegahan maupun pengobatan.

Keamanan

Selain itu, Fritz juga menjelaskan DSA tidak bisa dilakukan pada sembarangan orang.

"DSA bisa dilakukan apabila sudah terkena serangan stroke berulang. Atau serangan stroke dengan faktor risiko tertentu, seperti kencing manis, jantung, hipertensi, hingga stroke di usia muda," ujar Fritz.

"DSA itu alat diagnosis gold standar untuk membidik kelainan pembuluh darah di otak," lanjut Fritz.

Sebelum DSA, biasanya telah dilakukan pengecekan dengan MRI atau CT Scan. Fritz menambahkan, DSA tidak bisa dilakukan kepada seseorang yang tidak sakit.

Para dokter saraf tidak menyarankan pasien mengikuti terapi cuci otak yang metode dasarnya menggunakan DSA tersebut untuk mencegah terkena stroke atau menyembuhkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com