KOMPAs.com - Duta Kusta untuk World Health Organization (WHO), Yohei Sasakawa, mengunjungi Desa Kanjilo, Kecamatan Baromobongan, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Sabtu (17/3/2018).
Sasakawa membawa misi untuk menumpas kusta sekaligus menyadarkan masyarakat agar tidak mengucilkan pasien kusta.
"Kedatangan saya untuk menekankan bahwa kusta bukan penyakit kutukan ataupun hukuman dari Tuhan," ujar Sasakawa dalam bahasa Jepang yang dialihbahasakan penerjemah.
Perlu diketahui bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga jumlah penderita kusta terbesar setelah India dan Brasil.
Namun, stigma buruk membuat pasien kusta kerap mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari masyarakat. Masyarakat enggan berdekatan dengan pasien kusta dan sering kali mengucilkan mereka.
Baca juga : Kasus Baru Kusta Mencemaskan
Menurut Sasakawa, edukasi yang kurang dan salah mengenai kusta menjadi alasan munculnya diskriminasi terhadap pasien kusta.
Masyarakat telanjur memercayai bahwa kusta penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan mudah menular. Padahal, apabila diketahui sejak dini, kusta bisa hilang total. Di puskesmas pun telah tersedia obat yang dibagikan cuma-cuma untuk menangani kusta. Dua hari sejak obat diberikan, penularan kusta bisa dihentikan.
"Kalau ada kerabat dengan gejala kusta, segera dilaporkan. Kusta itu bisa sembuh," ujarnya.
Diskriminasi terhadap pasien kusta juga dialami pasien di seluruh dunia. Sasakawa membeberkan pengalamannya berkeliling negara yang masih ditemukan kasus kusta. Pasien kusta di Jepang, negara asalnya, pun masih terkena diskriminasi.
"Diskriminasi itu ada di mana-mana. Di seluruh dunia," katanya.
Sasakawa berpendapat bahwa pasien kusta dan mantan penderita kusta berhak mendapatkan kehidupan sosial yang layak tanpa stigma negatif dan diskriminasi. Masyarakat tidak perlu menjauhi penderita kusta karena yang perlu ditakuti adalah kecacatan organ, bukan penderita kusta itu sendiri.
Oleh karena itu, dukungan masyarakat sangat dibutuhkan agar pasien kusta tidak malu berobat dan kusta tidak menyebabkan keparahan hingga kerusakan organ seperti jari putus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.