Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Limbah Pabrik Ancam Ekosistem Sungai Bengawan Solo, Ini Kata Ahli

Kompas.com - 10/03/2018, 11:31 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bengawan Solo bukan sekadar judul lagu ciptaan mendiang Gesang, tetapi sudah menjadi bagian hidup masyarakat di Wonogiri hingga Gresik. Namun, sayangnya sungai dengan panjang kurang lebih 548 kilometer ini terancam oleh perkembangan industri. 

Ahli ekologi lingkungan dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Dr Prabang Setyono, mengatakan, pencemaran di Bengawan Solo masuk kategori sedang.

"Penelitian saya lakukan bersama mahasiswa pada tahun 2017, dan secara umum statusnya tercemar sedang. Sampling saya ambil dari wilayah Solo, perbatasan Solo-Sukoharjo, dan perbatasan Solo-Sragen. Polutan logam beratnya diduga berasal dari industri dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah," katanya kepada Kompas.com, Kamis (8/3/2018).

Baca Juga: Botol Minum Ini Mampu Ubah Air Sungai Jadi Layak Konsumsi

Prabang menambahkan bahwa metode penelitian yang digunakan adalah metode STORET dan Indeks Pencemaran dari Kementerian Lingkungan Hidup. Pencemaran logam berat dari pabrik ditemukan berdampak pada kerusakan ekosistem sungai.

"Kerusakan ekosistem yang terjadi adalah ikan endemik yang dulu banyak ditemukan, saat ini sudah langka atau hilang, sedangkan untuk manusia tidak terdampak selama tidak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Airnya mengalir sehingga polutan juga bergerak dari hulu ke hilir, ini tidak berdampak langsung pada manusia," katanya.

Kalaupun air Bengawan Solo ingin dimanfaatkan PDAM, Prabang berkata bahwa biayanya akan cukup besar untuk menetralkan air dari polusi logam berat.

Baca Juga: Viral Video Bule Berenang dengan Plastik di Lautan Bali, Ini Kata Ahli

Untungnya, pencemaran sungai bisa ditanggulangi dengan Water Treatment Screening System yang berbasis fitoremediasi.

"Intinya mengembalikan sungai seperti kondisi alami, dengan cara menanam pohon di kanan kiri sungai sehingga ikan dan biota lainnya bisa hidup dari sistem perakaran pohon tersebut atau fitoremediasi alami," kata Prabang.

Selain itu, diperlukan perubahan mental masyarakat dan kalangan industri di sepanjang sungai.

"Pencemaran itu bersifat perpasive atau selalu ada selama manusia menjadi konsumen dan produsen yang tidak ramah lingkungan," ujar Prabang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau