Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gejala Mirip Penyakit Lain, Fibrosis Paru Kerap Telat Didiagnosis

Kompas.com - 02/03/2018, 21:05 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com -- Pasien penyakit fibrosis paru kerap mengalami kekeliruan ataupun keterlambatan diagnosis. Ini dikarenakan masyarakat terlebih dahulu berkonsultasi ke dokter umum, bukan langsung mendatangi dokter spesialis paru.

Menurut Sita Andarini, dokter spesialis paru konseling dari Rumah Sakit Persahabatan Jakarta yang ditemui dalam acara temu media oleh Roche Indonesia di Jakarta pada Jumat (2/3/2018), pengetahuan mengenai penyakit fibrosis paru ini masih jarang diketahui oleh dokter umum. Padahal, dokter umum merupakan ujung tombak layanan primer kesehatan.

“Pasien yang datang sudah berputar-putar ke dokter mana-mana. Pasien ini sudah dikasih obat asma, TB, dan infeksi paru. Penyakitnya sudah mulai parah saat terdiagnosis,” ujarnya.

Kesalahan diagnosis juga terjadi karena gejala penyakit ini memiliki kemiripan dengan penyakit pneumonia, asma, tuberkolosis, dan kanker paru, yakni sesak napas, batuk kering, dan jari yang bertabuh.

Sita mencontohkan, sesak napas yang dialami penderita penyakit fibrosis paru hampir mirip dengan sesak napas pasien asma.

Baca juga : Skrining Kanker Paru-paru Belum Ada, Ini yang Bisa Anda Lakukan

Perbedaan yang kentara adalah sesak napas pada asma menimbulkan bunyi, sedangkan sesak napas pada penyakit fibrosis paru ditunjukkan lewat napas tersengal saat naik tangga dan penderita menjadi mudah lelah.

“Sesak napasnya perlu dicek lewat pemeriksaan fisis. Dokter akan mendengar bunyi 'kres' di bagian lapang bawah paru. Ini yang jadi beda,” ujarnya.

Pemeriksaan fisik juga perlu dilakukan untuk mengetahui apakah muncul suara menggelar atau berderak dari dasar paru-paru. Dokter akan mendengarnya lewat stetoskop.

Dikatakan Sita, gejala sesak napas teridentifikasi pada 85,9 persen penderita. sedangkan sebanyak 79 persen penderita penyakit fibrosis paru menunjukkan gejala bunyi kres pada dasar paru-paru.

Gejala lain dari penyakit ini yakni kecemasan yang dialami 9,4 persen pasien dan 13,2 persen pasien mengalami sakit dada. Tanda pusing juga dialami sebanyak 14,5 persen penderita. Lalu 39 persen penderita mengalami kelelahan. Gejala jari bertabuh terjadi pada 17,9 persen penderita. Batuk kering dialami oleh 74,7 persen penderita.

Baca juga : Kesalahan Diagnosis Kanker Paru Sering Terjadi, Anda Turut Berperan

Supaya tidak terjadi kesalahan diagnosis, Sita meminta pasien untuk lekas melaksanakan CT scan paru toraks. Sebaliknya, dia tidak menganjurkan pemeriksaan fotoronsen karena keakuratan kurang dari 50 persen dalam menangkap citra paru-paru.

Sebenarnya, kelainan jaringan paru-paru pada penyakit fibrosis paru sudah bisa terlihat bertahun-tahun sebelum gejala tampak. Gejala baru muncul satu hingga dua tahun ketika penyakit makin parah. Oleh karena itu, diagnosisnya kerap kali terlambat.

“Oleh karena itu saya menganjurkan deteksi dini. Pasalnya, setelah setahun penyakit ini muncul dan tidak ditangani dengan baik, maka angka harapan hidupnya rendah,” imbuh Sita.

Dalam kesempatan tersebut. Agus Dwi Susanto, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia juga menyatakan bahwa rendahnya ketepatan diagnosis penyakit fibrosis paru karena masih minim rumah sakit yang memiliki peralatan CT Scan paru toraks.

Penyakit fibrosis paru sendiri merupakan penyakit langka yang menyerang jaringan paru-paru. Pada jaringan paru-paru, terdapat luka parut yang mengakibatkan oksigen terhambat masuk ke tubuh. Penderitanya akan mengalami kesulitan bernapas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com