Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keracunan Ketuban? Jangan Salah Kaprah, Ini yang Sebenarnya Terjadi

Kompas.com - 23/02/2018, 19:16 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Para perempuan yang tengah dalam masa kehamilan dituntut untuk mengenali perbedaan keracunan ketuban dan keracunan kehamilan. Pasalnya, dua hal ini sama-sama berujung pada kematian.

Benny Johan Marpaung, dokter spesialis kandungan dan kebidanan dalam perayaan Orami ke-5 pada Rabu (21/2/2018) di Jakarta mengatakan, selama ini masyarakat telanjur salah kaprah soal keracunan air ketuban.

Menurutnya, di dalam rahim ibu, janin memang menerima asupan nutrisi lewat air ketuban. Jadi secara normal, janin memang akan meminum ketuban. Itu tidak bisa disebut sebagai keracunan ketuban.

“Tidak ada keracunan air ketuban sebenarnya. Yang ada adalah Meconium Aspiration Syndrome (MAS). Ini di mana air ketuban bercampur dengan kencing dan tinja janin. Lalu terhirup janin,” ujarnya.

Janin yang menyerap air kemih dan fesesnya sendiri akan mengalami kesulitan bernapas hingga memunculkan gangguan pernapasan. Risiko keracunan lantas muncul. Dikatakan Benny, akibat terburuk yang bisa menimpa yakni janin mati saat di kandungan.

Sementara kondisi yang kerap disebut keracunan saat kehamilan sejatinya adalah toksimia. Pemicunya adalah kurangnya minimnya pasokan oksigen dan nutrisi ke bayi lewat plasenta. Sebab dari itu sendiri adalah kurangnya darah yang mengalir ke plasenta.

Kurangnya aliran darah bisa disebabkan oleh preeklamsia. Dalam kondisi itu, ibu hamil dilanda hipertensi hebat. Tanda yang ditunjukkan yakni tekanan darah naik, protein pada urin meningkat, kaki mengalami pembengkakan.

Kondisi itu bisa menyebabkan pendarahan yang akibatnya adalah kurangnya pasokan darah ke plasenta. Pendarahan selain bisa memicu toksimia juga dapat memicu stroke pada ibu hamil karena pembuluh darah di otak pecah.

Para wanita yang memasuki periode 20 minggu kehamilan diminta waspada munculnya preeklamsia. Deteksi dini perlu diupayakan agar tidak berdampak buruk pada janin maupun ibu.

Benny belum bisa memastikan penyebab preeklamsia. Benny mengira, karena rahim perempuan terinseminasi sperma pria.

Hamil kan perempuan dititipi “saham” laki-laki. Itu kan benda asing sama seperti transplantasi. Implantasi plasenta pada dinding rahim ini, mungkin saja bikin tekanan darah  meningkat,” ujarnya.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com