KOMPAS.com — Surat edaran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang policresulen menjadi topik hangat beberapa waktu belakangan. Selain itu, banyak info yang menyertai viralnya surat tersebut.
Terkait isu tersebut, akhirnya BPOM meberikan penjelasan resmi.
Dalam pernyataan resminya ini, BPOM menyebut bahwa dalam pantauannya selama dua tahun terakhir, sudah ada 38 laporan dari profesional kesehatan yang menerima pasien dengan keluhan efek samping obat Albothyl untuk pengobatan sariawan. Efek samping yang tersebut antara lain sariawan yang membesar dan berlubang hingga menyebabkan infeksi (norma like lession).
Karena laporan-laporan kasus tersebut, BPOM bersama dengan ahli farmakologi dan klinisi telah melakukan pengkajian aspek keamanan obat ini.
Baca juga: Viral Surat BPOM soal Albothyl, Ini Kata Ahli
"Diputuskan tidak boleh digunakan sebagai hemostatik dan antiseptik pada saat pembedahan serta penggunaan pada kulit (dermatologi); telinga, hidung dan tenggorokan (THT); sariawan (stomatitis aftosa); dan gigi (odontologi)," tulis rilis dari BPOM yang diterima Kompas.com, Kamis (15/02/2018).
Atas temuannya ini, sekarang BPOM telah membekukan izin edar Albothyl dalam bentuk cairan obat luar konsentrat hingga indikasi yang diajukan disetujui. Tak hanya Albothyl, produk sejenis juga akan mendapat perlakukan yang sama.
"Selanjutnya, PT Pharos Indonesia (produsen Albothyl) dan industri farmasi lain yang memegang izin edar obat mengandung policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat diperintahkan untuk menarik obat dari peredaran selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Pembekuan Izin Edar," tulis BPOM.
"BPOM RI mengimbau profesional kesehatan dan masyarakat menghentikan penggunaan obat tersebut," imbuhnya.
Imbauan tersebut bukan tanpa solusi. BPOM juga menyarankan obat pengganti untuk keluhan sariawan.
"Masyarakat yang terbiasa menggunakan obat ini untuk mengatasi sariawan dapat menggunakan obat pilihan lain yang mengandung benzydamine HCl, povidone iodine 1%, atau kombinasi dequalinium chloride dan vitamin C," katanya.
"Bila sakit berlanjut, masyarakat (disarankan) agar berkonsultasi dengan dokter atau apoteker di sarana pelayanan kesehatan terdekat," sambungnya.
Baca juga: BPOM: Dua Produk Suplemen Makanan Mengandung DNA Babi
Tak hanya masyarakat, BPOM juga memberikan imbauan kepada tenaga kesehatan.
"Profesional kesehatan yang menerima keluhan dari masyarakat terkait efek samping penggunaan obat dengan kandungan policresulen atau penggunaan obat lainnya dapat melaporkan kepada BPOM RI melalui website: www.e-meso.pom.go.id," katanya.
Dalam akhir rilisnya, BPOM RI mengajak masyarakat untuk selalu membaca informasi yang terdapat pada kemasan obat sebelum digunakan dan menyimpan obat tersebut dengan benar sesuai yang tertera pada kemasan.
"Ingat selalu CEK KLIK (Cek Kemasan, informasi pada Label, Izin Edar, Kedaluwarsa). Masyarakat diimbau untuk tidak mudah terprovokasi isu-isu terkait obat dan makanan yang beredar melalui media sosial," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.