Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Percaya Mitos, Minyak Hati Ikan Hiu Tak Sembuhkan Kanker

Kompas.com - 13/02/2018, 18:30 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Perburuan hiu di dunia saat ini menunjukkan tingkat yang mengkhawatirkan. Alasan utama perburuan ini adalah mitos mengenai kandungan beberapa organ hiu yang dianggap memiliki efek kesehatan.

Salah satu mitos yang berkembang di mayarakat adalah minyak hati ikan hiu mampu mengobati kanker.

Namun, benarkah hal tersebut?

Menurut laporan Scientific American pada 2011, tidak ada obat untuk kanker, karena kanker bukanlah penyakit tunggal. Selain itu, tidak ada sifat universal pada kanker yang bisa disembuhkan oleh satu jenis pengobatan.

Baca juga: Gandeng WWF Indonesia, Santika Bintaro Tidak Gunakan Produk Hiu

Dengan kata lain, obat universal untuk kanker tidak ada. Pengobatan untuk kanker pun sangat bergantung di mana dan bagaimana keadaan penyakit tersebut.

Dirangkum dari laman Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), kandungan dari minyak hati ikan hiu dalam memberikan kontribusi terhadap kesehatan sebenarnya masih belum sepenuhnya dapat dipahami.

"Squalene, misalnya, adalah pendahulu bosintesis dari kolesterol tapi diklaim mampu menormalkan level kolesterol darah pada orang yang makan makanan berlemak," tulis laporan di laman FAO.

Hal senada juga diungkapkan oleh Dwi Ariyoga Gautama, Koordinator Konservasi Ikan Hiu dari Lembaga World Fund Indonesia.

"Minyak hati hiu mengandung Squalene dengan kandungan  30-carbon organic compound yang sama dengan kandungan minyak sayur seperti wijen, kulit ari beras, biji gandum, dan zaitun," kata Yoga melalui surat elektronik kepada Kompas.com, Sabtu (10/02/2018).

"Jadi pengganti bahan dari minyak nabati jauh lebih ramah lingkungan dan bermanfaat," imbuh Yoga.

Dalam beberapa iklan komersial, minyak hati ikan hiu juga diklaim memiliki efek yang baik untuk penderita penyakit jantunh, diabetes, hepatitis, dan alergi. Ditambah, kandungan yang dikenal sebagai alkylglycerols disebut sebagai senyawa yang mendukung fungsi sistem kekebalan tubuh.

Baca juga: Suka Makan Sayur, Apakah Hiu Ini Vegetarian?

Sayangnya, yang tak banyak diketahui bahwa minyak hati ikan hiu paling bermanfaat jika dalam bentuk alami. Tentu saja, kondisi ini tidak menarik orang atau perusahaan untuk mendanai penelitian.

Akibatnya, hingga saat ini belum ada pengujian menyeluruh terhadap kandungan tersebut.

Hal ini membuat para ahli konservasi mempertanyakan kembali kebenaran efek yang disebut menguntungkan ketika mengonsumsi minyak hati ikan hiu. Bahkan mereka menyebut bahwa minyak hati ikan hiu sebetulnya tak memberi manfaat tapi hanya mendorong perburuan ikan hiu.

"Minyak hati hiu didominasi oleh jenis-jenis hiu botol yang merupakan hiu laut dalam dengan karakteristik reproduksi dan pertumbuhannya jauh lebih lama dibandingkan jenis-jenis ikan dipermukaan. Penangkapan berlebih sangat mengancam jauh lebih tinggi dibandingkan hiu lainnya," ungkap Yoga.

"Status konservasinya (hiu) dalam IUCN sebagian besar tidak diketahui namun sebagian lagi sudah dalam kondisi vulnerable (terancam punah)," sambungnya.

Untuk mendorong penghentian pemanfaatan hiu di masyarakat, WWF Indonesia telah mengampanyekan SOSharks sejak 2013. Lembaga konservasi ini juga berusaha untuk mengedukasi masyarakat bahwa populasi hiu saat ini terancam punah.

"Pesan kami juga diarahkan bahwa produk seafood lainnya banyak mengandung manfaat yang lebih dibandingkan hiu. Mengkonsumsi hiu berarti juga mendorong percepatan kepunahan hiu itu sendiri," tutup Yoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com