KOMPAS.com - Pada tahun 2010, pendiri perusahaan farmasi Dexa Group Rudy Soetikno (Alm) didiagnosis menderita kanker limfoma non-hodgkin. Karena penyakit jantung yang dideritanya, ia tidak bisa menjalani kemoterapi.
Harapan muncul dari saran sahabatnya seorang dokter di Jerman untuk melakukan pengobatan kombinasi bendamustine dan rituximab.
Menurut Ir.Ferry Soetikno, anak Rudy, ketika itu obat tersebut tidak tersedia di Indonesia, bahkan negara tetangga Singapura.
"Terpaksa bapak Rudy bolak balik ke Jerman untuk menjalani terapi," kata Ferry dalam acara Rudy Soetikno Memorial Lecture yang diadakan di Titan Center, Bintaro, Tangerang (27/1/2018).
Menurut Dr.Med Lothar Boning yang merawat Rudy, pengobatan bendamustin memberikan hasil bebas penyakit yang lebih lama pada pasien. "Setelah satu siklus, ukuran tumor berkurang signifikan," katanya dalam acara tersebut.
Penerus Dexa Group saat ini meneruskan impian Rudy yaitu memproduksi obat kanker di Indonesia sehingga pasien tidak perlu berobat ke luar negeri. Dengan produksi di dalam negeri, otomatis biaya obat lebih terjangkau.
PT Ferron Par Pharmaceutical mulai memproduksi bendamustine sejak 2014 dan hasil rekomendasi RS Dharmais membuat obat ini sedang proses masuk formularium nasional, sehingga diharapkan dapat digunakan pasien BPJS di tahun 2018.
Presiden Direktur Ferron Par Pharmaceuticals Krestijanto Pandji meyakinkan bahwa harga obat ini jauh lebih murah dibandingkan obat impor.
“Visi misi Dexa Group bukan semata-mata komersial, tetapi bagaimana produk ini dapat membantu masyarakat Indonesia untuk lebih mendapatkan kualitas hidup lebih baik dengan bendamustin-rituximab dibandingkan kemoterapi standar yang memiliki lebih banyak efek samping,” jelas Krestijanto.
Harga bendamustin lebih murah karena dikembangkan di pabrik lokal dengan standar pembuatan dari Eropa.
“Kehadiran obat ini otomatis akan mengurangi ketergantungan Indonesia dari obat kanker impor. Bendamustine menambah produksi lokal untuk obat-obat kanker setelah sebelumnya juga sudah dikembangkan di Indonesia,” tambah Krestijanto.
Baca Juga : Benarkah Konsumsi Obat Tekanan Darah Tingkatkan Risiko Kanker Kulit?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.