Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengira DBD tetapi Ternyata Difteri, Cerita Kebingungan Satiah

Kompas.com - 12/12/2017, 10:00 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sabtu (9/12/2017) pukul 04.30 WIB, tubuh Fahrijal (25) tak seperti biasanya. Tubuhnya menggigil, namun ia tetap memutuskan untuk pergi bekerja sebagai petugas kebersihan di sekolah Al Ridha Al Salaam Islamic Green School, Depok, Jawa Barat.

Esoknya, Fahrijal dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Depok. Sayangnya, ketiadaan kamar perawatan dan vaksin DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) membuat Fahrijal dirujuk ke Rumah Sakit Permata Depok.

"Disitu juga tidak bisa ditangani. Akhirnya dirujuk ke Sulianti Saroso. Jadi sehari pindah tiga rumah sakit dalam sehari," kata Satiah, ibu Fahrijal yang menunggu anaknya di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSIP) Sulianti Saroso,Jakarta, Senin (11/12/2017).

Satiah menuturkan, dokter RSUD Depok cura anaknya mengidap difteri. Hal ini diketahui dari tanda penyakit berupa pseudomembran atau selaput berwarna putih keabuan di bagian belakang tenggorokan.

Satiah sendiri mengira anaknya pengidap demam berdarah dengue (DBD) karena menggigil, pusing, dan mual yang dialami Fahrijal. Sedangkan, Wika Kharisma (21), istri Fahrijal, mengira suaminya sakit tenggorokan biasa.

"Saya kira hanya sakit tenggorokan biasa. Saya juga bingung, tidak tahu bakal sakit seperti ini. Saya sudah ambil cuti. Tiba-tiba ada seperti ini jadi saya cuti lagi kan," kata Wika.

Baca Juga : Ketahui, Ini Aturan untuk Imunisasi Difteri, Jangan Salah Lagi

Wika menyebutkan, Fahrijal mengalami demam tinggi, mata merah, dan sesak nafas. Untuk bernafas, Fahrijal juga sempat dibantu dengan tabung oksigen.

"Pas dibawa ke sini (RSPI Sulianti Saroso) masih stabil nafasnya. Cuma pas malemnya kelagapan," kata Wika.

Satiah tak mengingingat dengan pasti perihal vaksinasi Fahrijal saat kecil. Ia hanya mengingat anaknya telah diberikan vaksin polio.

Fahrijal masih berbaring di Ruang Mawar selama dua hari. Dokter akan memantau kondisinya hingga 5-8 hari ke depan.

Satiah berharap anaknya segera mendapat kesembuhan. Karena jauh, ia juga tak bisa bolak-balik dari Depok ke Sunter.

Ia juga khawatir difteri menular pada anggota keluarga. Terutama pada anak terakhirnya yang masih berumur 15 tahun.

"Kemarin satu bulan dua kali sakit seperti itu. Saya bawa ke Puskesmas kata amandel. Setelah abangnya sakit, saya punya ketakutan," ujar Satiah.

Baca Juga : Kupas Habis Difteri, Bagaimana Penyakit Kuno Jadi Hantu pada 2017?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com