Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkat Sains, Bayi Paling Prematur di Dunia Kini Berusia 3 Tahun

Kompas.com - 16/11/2017, 12:06 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

Sumber Futurism

KOMPAS.com -- Putri Courtney Stensrud baru berada di kandungan selama 21 minggu dan empat hari ketika infeksi bakteri yang disebut chorioamnionitis merobek membran yang mengelilinginya dan memaksanya lahir lebih awal pada 2014.

Pada saat itu, panjangnya hanya 26 sentimeter dan beratnya hanya 410 gram. Bayi kecil ini bahkan bisa memakai cincin kawin orangtuanya sebagai gelang.

Namun, kini putri Stensrud tumbuh dengan baik dan telah berusia tiga tahun. Sebuah laporan yang baru dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics menyebutkan bahwa dia memiliki kemampuan motorik dan kognitif yang tidak kalah dari teman-teman sebayanya.

Putri Stensrud memang kasus yang luar biasa. Dia merupakan bukti hidup dari kecanggihan teknologi dan perawatan medis yang sangat baik.

Baca juga : WHO Sarankan Tunggu Semenit untuk Potong Tali Pusar Bayi Prematur

Padahal, seorang bayi diklasifikasikan sebagai prematur bila lahir sebelum 37 minggu, dan menurut studi pada tahun 2003, kemungkinan seorang bayi yang lahir sebelum minggu ke-23 untuk tetap hidup hingga usia satu tahun hanya 4,5 persen.

Panduan American Academy of Pediatrics bahkan menyebut usaha untuk menghidupkan kembali bayi yang lahir sebelum minggu ke-22 “tidak direkomendasikan”.

Namun, ketika Kaashif Ahmad, dokter yang menangani, memberitahu Stensrud; sang ibu memintanya untuk setidaknya mencoba menghidupkan kembali putri kecilnya. Ahmad pun melakukan sebisanya.

“Kami meletakkan (bayinya) di bawah penghangat dan mencoba mendengarkan detak jantungnya, walaupun kami tidak berharap banyak. Dengan segera kita meletakkan alat bantu di saluran pernapasannya,” kata Ahmad yang turut menulis laporan tersebut, seperti dikutip oleh CNN 11 November 2017.

Baca juga : Ilmuwan Ciptakan Rahim Plastik untuk Mengubah Nasib Bayi Prematur

Perlahan-lahan, warna kulit putri Stensrud yang awalnya membiru kembali menjadi merah muda. Dia bahkan mulai bergerak dan bernafas dalam hitungan menit.

Namun, sayangnya sistem pernapasan bayi kecil tersebut belum sempurna. Jadi, dia harus diintubasi melalui mulut dan diberi makan melalui selang yang terhubung langsung ke perutnya.

Selama 126 hari atau empat bulan berikutnya, rumah sakit Methodist Children di San Antonio, Texas, menjadi rumahnya.

Setiap tahun, setidaknya satu dari 10 bayi, atau sekitar 15 juta di seluruh dunia, terlahir prematur. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa bayi yang terlahir prematur sering kali mengalami dampat kesehatan yang negatif, seperti kapasitas paru-paru yang lebih kecil, gangguan motorik dan kognitif, serta massa tulang yang lebih rendah.

Baca juga : Perhatian untuk Ibu Hamil, Gigi Berlubang Bisa Picu Kelahiran Prematur

Namun, Ahmad dan kolega yang memeriksa bayi Stensrud berkata bahwa di usianya yang kedua, bayi kecil tersebut telah tumbuh dengan sangat baik. Berdasarkan Skala Bayley, Ahmad menilai perkembangan kognitif dan motoriknya sama seperti anak normal.

Kini, Stensrud menyebut putrinya sebagai “bayi ajaib” dan ingin membagikan kisahnya kepada ibu-ibu lain yang memiliki bayi prematur.

Namun, Ahmad memperingatkan untuk berhati-hati dalam menjadikan putri Stensrud sebagai kisah sukses.

“Kita melaporkan kasus ini karena setelah diresusitasi, bayi ini berkembang dengan baik. Tapi sangat mungkin bila kasus ini adalah satu yang tidak umum. Jadi, kita tidak boleh berekspektasi sama terhadap bayi lain. Perlu pembelajaran lebih lanjut untuk membuat satu konklusi,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Futurism
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com