Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporan PBB: 2017 adalah Tahun Terpanas Tanpa El Nino dalam Satu Abad

Kompas.com - 07/11/2017, 21:48 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com -- Dalam setahun terakhir, Anda pasti pernah mengeluhkan suhu udara yang begitu panas, bahkan melebihi tahun-tahun sebelumnya? Ternyata, ini bukan hanya perasaan Anda saja, 2017 bisa jadi memang tahun terpanas dalam satu abad.

Sebenarnya, 2017 merupakan tahun tanpa El Nino yang biasanya selalu menyertai hawa panas. Namun, perubahan iklim dan berbagai cuaca ekstrem membuat tahun ini menjadi salah satu tahun terpanas dalam sejarah.

Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh World Meteorological Organization (WMO) pada Senin (6/11/2017) di konferensi perubahan iklim PBB COP23 di Bonn, Jerman.

Menurut pernyataan tersebut, dari Januari hingga September tahun ini, suhu rata-rata global mencapai sekitar 1,1 derajat celcius di atas era pra-industri. Padahal, batasan kenaikan suhu yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris hanya 1,5 derajat celcius.

Baca juga: Tahun 2100, Suhu Asia Selatan Diprediksi Terlalu Panas untuk Manusia

Badan PBB tersebut berkata bahwa sekitar 30 persen populasi dunia sekarang mengalami "suhu panas yang ekstrem" setidaknya beberapa hari setiap tahun.

Sementara itu, jumlah orang yang rentan terpapar gelombang panas mematikan telah meningkat menjadi 125 juta sejak tahun 2000.

"Tiga tahun terakhir ini masuk dalam tiga besar rekor tahun terpanas dalam catatan kami," kata Petteri Taalas, sekretaris jendral WMO yang dikutip dari AFP, Senin (6/11/2017).

Dampak dari suhu tinggi ini juga dirasakan di seluruh belahan dunia.

"Kami menyaksikan cuaca yang luar biasa, termasuk suhu di atas 50 derajat celcius di Asia, badai yang memecahkan rekor dalam suksesi tercepat di Karibia dan Atlantik yang mencapai Irlandia, banjir musim hujan yang menghancurkan yang mempengaruhi jutaan orang, dan kekeringan yang tiada henti di Afrika Timur," kata Taalas.

Baca juga: Tahun 2100, Suhu di Negara-negara Ini Akan Membunuh Manusia

Menanggapi laporan tersebut, Richard Betss, seorang profesor dampak iklim di Met Office Hadley Inggris mengatakan, tidak ada tempat yang akan terhindar, tetapi negara-negara berkembang akan terkena dampak paling parah dalam jumlah korban manusia.

Peningkatan gas ruang kaca disebut sebagai salah satu alasan dari naiknya suhu dunia dan cuaca ekstrem akhir-akhir ini.

"Banyak dari kejadian ini yang membawa tanda perubahan iklim yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca dari aktivitas manusia," lanjut Taalas.

Konsentrasi di atmosfer gas rumah kaca utama yang mendorong pemanasan global terus meningkat adalah karbon dioksida (CO2). Angka CO2 saat ini bahkan menyentuh 403,3 bagian per juta (ppm), yang tertinggi setidaknya dalam 800.000 tahun terakhir.

Baca juga: Bukan Suhu, Inilah Penyebab Kemarau Tahun ini Terasa Lebih Panas

Sementara itu, gas rumah kaca yang paling berpolusi kedua adalah metana (CH4). Angka gas ini juga telah melonjak dalam beberapa dekade terakhir, didorong oleh kebocoran dari ledakan fracking industri gas dan pertumbuhan ternak global.

Laporan lain daridivisi lingkungan PBB berkata bahwa upaya nasional untuk mengurangi pencemaran karbon masih jauh tertinggal saat ini. Hal tersebut membuat dunia memanas sekitar tiga derajat celcius pada akhir abad ini.

Menanggapi temuan ini, Patricia Espinosa, sekretaris eksekutif perubahan iklim PBB yang dikutip dari Science Alert, Senin (6/11/2017), mengatakan, temuan ini menggarisbawahi meningkatnya risiko terhadap manusia, ekonomi, dan struktur kehidupan di bumi jika kita gagal mencapai tujuan dan ambisi Perjanjian Paris.

Di akhir laporan, para peneliti mengingatkan kita untuk lebih menjaga bumi. Bagaimanapun, taruhannya sangat tinggi karena kita hanya memiliki planet yang satu ini untuk ditinggali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com