Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/10/2017, 20:00 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com –- Cacingan merupakan salah satu penyakit yang dianggap sepele. Biasanya penyakit ini baru disadari ketika perut terasa sakit. Namun, bila tak ditangani dengan baik, cacingan bisa berujung pada kematian.

Dokter Rospita Dian mengatakan, cacingan terjadi karena infeksi cacing di dalam tubuh manusia. Larva atau telur cacing dapat masuk ke dalam tubuh melalui tanah yang tercemar (soil transmitted helminthiasis).

Selain itu, air yang kurang bersih, makanan, kuku yang kotor, serta benda-benda yang terkontaminasi dapat membantu penyebaran cacing atau larva.

Meski terlihat mudah diantisipasi, nyatanya Indonesia termasuk dalam sepuluh besar negara yang memerlukan penanganan khusus terhadap cacingan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa Indonesia berada pada urutan ketiga, setelah India dan Nigeria dalam ranking memalukan ini.

Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Cacingan menyebutkan, prevalensi cacingan di Indonesia bervariasi antara 2,5 persen hingga 62 persen. Jumlah ini meningkat bila prevalensi cacingan dihitung pada anak usia sekolah, prevalensinya menjadi 80 persen.

Rospita menyebutkan, data WHO tahun 2016 menyebutkan, 55 juta anak Indonesia masih membutuhkan tindakan pencegahan cacingan.

“Cacingan bisa kena semua orang, tapi anak-anak paling rentan. Cacingan juga bukan penyakit buat orang kurus dan tak ada hubungannya dengan kemiskinan,” kata Rospita dalam acara media workshop bersama Johnson & Johnson Indonesia, Jakarta, Selasa (17/10/2017).

Menurut Rospita, terdapat empat jenis cacing yang paling sering ditemukan di tubuh manusia. Di antara lain adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), cacing tambang (Ancylostoma duodenale, Necator americanus) dan cacing kremi (Enterobius vermicularis).

Cacing gelang hidup di dalam usus halus. Panjang betinanya bisa mencapai 20-35 sentimeter dan mampu bertelur hingga 200.000. Cacing gelang masuk ke dalam tubuh lewat mulut, melalui makanan atau sentuhan terhadap benda yang telah terkontaminasi.

Pada cacing gelang, gejalanya berupa sakit perut, kembung, diare, dan berkurangnya nafsu makan. Akibatnya, pengidap cacing gelang menjadi lemah dan kurang bergairah melakukan aktivitas.

“Pada kasus berat, bisa terjadi penyumbatan usus karena infeksi cacing gelang. Meski jarang terjadi, bila tak ditangani dengan cepat bisa menyebabkan kematian,” kata Rospita.

Sementara itu, ukuran cacing tambang jauh lebih kecil. Cacing tambang betina hanya mencapai satu sentimeter. Meski demikian, larva cacing tambang bisa masuk melalui kulit.

Bila telah masuk ke dalam tubuh manusia, cacing tambang akan hidup di usus halus. Gigi cacing akan melekat ke selaput lendir usus dan menghisap darah hingga menyebabkan anemia. Berat badan turun, pucat, tidak nafsu makan, mual, dan diare adalah gejala infeksi cacing tambang.

Untuk cacing kremi, mereka punya tempat tersendiri untuk bertelur. Hidup di usus besar, cacing kremi akan turun ke anus untuk mengeluarkan 11.000 telur per cacing di malam hari.

“Cacing kremi setelah bertelur akan mati. Tapi, ketika malam hari kita merasa gatal, digaruk, bisa masuk lagi ke mulut, saat makan misalnya. Kremi juga bisa migrasi ke kemaluan dan bikin infeksi saluran urin,” kata Rospita.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Bagaimana Seharusnya Sampah Dipilah?

Bagaimana Seharusnya Sampah Dipilah?

Kita
Bagaimana Terumbu Karang Terbentuk?

Bagaimana Terumbu Karang Terbentuk?

Oh Begitu
Apa Itu BPA dan Dampaknya bagi Kesehatan?

Apa Itu BPA dan Dampaknya bagi Kesehatan?

Oh Begitu
Apakah Ikan Air Tawar Terbesar di Dunia?

Apakah Ikan Air Tawar Terbesar di Dunia?

Fenomena
Apa Saja Dampak Siklon Tropis terhadap Wilayah Indonesia?

Apa Saja Dampak Siklon Tropis terhadap Wilayah Indonesia?

Fenomena
Fakta-fakta Menarik Kentut, Soda Bikin Lebih Sering Kentut (Bagian 2)

Fakta-fakta Menarik Kentut, Soda Bikin Lebih Sering Kentut (Bagian 2)

Oh Begitu
Seberapa Akurat Ingatan Masa Kecil Kita?

Seberapa Akurat Ingatan Masa Kecil Kita?

Kita
Seperti Apa Gejala Virus Nipah yang Parah?

Seperti Apa Gejala Virus Nipah yang Parah?

Oh Begitu
Seperti Apa Hiu Tertua yang Berusia Ratusan Tahun?

Seperti Apa Hiu Tertua yang Berusia Ratusan Tahun?

Oh Begitu
Apakah Ikan Air Asin Bisa Hidup di Air Tawar?

Apakah Ikan Air Asin Bisa Hidup di Air Tawar?

Oh Begitu
8 Cara Menjaga Kesehatan Saat Cuaca Panas Ekstrem

8 Cara Menjaga Kesehatan Saat Cuaca Panas Ekstrem

Oh Begitu
Apa Penyebab Cuaca Panas Ekstrem di Indonesia?

Apa Penyebab Cuaca Panas Ekstrem di Indonesia?

Oh Begitu
Mengapa Tidak Ada Narwhal di Penangkaran?

Mengapa Tidak Ada Narwhal di Penangkaran?

Oh Begitu
Bagaimana Wortel Bisa Berwarna Oranye?

Bagaimana Wortel Bisa Berwarna Oranye?

Oh Begitu
Apakah Aman Makan Sushi?

Apakah Aman Makan Sushi?

Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com