Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Kasus Choirul Huda Beri Pelajaran tentang "Hypoxia"?

Kompas.com - 16/10/2017, 16:57 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

 

KOMPAS.com - Hypoxia atau kekurangan oksigen disebut menjadi penyebab kematian kiper Persela Lamongan, Choirul Huda.

Seperti diberitakan Kompas.com, Pihak RSUD dr Soegiri Lamongan, dokter Yudistiro Andri Nugroho, spesialis Anestesi menyebut benturan yang dialami Huda dengan pemain lain  menyebabkan henti napas dan henti jantung.

"Choirul Huda mengalami trauma benturan sesama pemain sehingga terjadi apa yang kita sebut henti napas dan henti jantung," kata dokter Andri.

Hypoxia akibat benturan bukan hanya bisa terjadi pada atlet. tetapi juga kita semua. Aktivitas sehari-hari, kurang hati-hati, dan olahraga yang kita lakukan pun bisa mengantarkan pada benturan yang berujung hypoxia.

Dokter Dyah Wijayanti selaku koordinator kesehatan KONI Jatim mengungkapkan, hypoxia atau keadaan kekurangan oksigen bahkan bisa terjadi akibat wajah tertutup bantal.

"Kalau enggak ditutup bantal, kejadian itu bisa terjadi karena kecelakaan, benturan, atau tenggelam, sehingga terjadi trauma saluran napas. Saluran napas seperti hidung dan leher tertutup," papar dokter Dyah saat dihubungi Kompas.com Senin (16/10/2017).

BACA: Karangan Bunga Terus Terpasang di Rumah Mendiang Choirul Huda

Karena bisa terjadi pada siapa pun, penanganan pertama pada orang yang diduga hypoxia harus jadi pengetahuan umum.

Dyah mengatakan, penanganan pada seseorang yang mengalami hypoxia akibat tersumbatnya jalan napas adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP), terdiri dari tahapan A-B-C.

A singkatan dari Airway control, atau penguasaan jalan napas. Ini merupakan hal pertama yang dilakukan.

"Empat menit dicek ada oksigen masuk atau enggak. Ini yang harus dicek pertama kali, kalau patah atau yang lain dapat menyusul," jelas dia.

Pada tahapan pertama, waktu terlama melihat korban yang mengalami gangguan napas hanya empat menit. Lewat dari itu, akan terjadi kerusakan jika tidak ada oksigen yang masuk. "Batas terlama hanya empat menit," tegas dia.

Cara sederhana untuk melihat apakah jalan napasnya berfungsi normal atau tidak adalah berkomunikasi dengan korban. Seperti menanyakan nama, yang dirasa sakit mana saja.

"Kalau bisa ngomong berarti oke. Kalau enggak bisa, harus segera dilakukan penanganan jalan nafas. Dinaikkan kepalanya, angkat dagu tekan dahi," ujar Dyah

Tahapan selanjutnya ada B, yakni Breathing Support (Bantuan Pernapasan) yang dilakukan menggunakan mulut penolong. C, Circulatory Support (Bantuan Sirkulasi) adalah pijatan jantung luar.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau