KOMPAS.com -- Dr dr Antonia Anna Lukito, SpJP(K), FIHA FSCAI, FAPSIC memaparkan dalam acara peluncuran Azurion oleh Royal Phillips di Jakarta, Kamis (28/9/2017) bahwa gejala pertama penyakit jantung koroner biasanya berupa serangan jantung atau kematian mendadak. Gejala ini terjadi pada 62 persen pria dan 45 persen perempuan.
Namun, perempuan lebih sering mengalami komplikasi saat mengalami serangan jantung. Apa penyebabnya?
Antonia, Kepala Departemen Kardiovaskuler FK UPH yang juga Ketua Kelompok Kerja Kesehatan Jantung Perempuan Indonesia, berkata bahwa perempuan lebih sering diabaikan saat melaporkan gejala penyakit jantung. Hal ini tidak bisa dipisahkan dari adanya miskonsepsi bahwa perempuan memiliki jantung yang lebih kuat daripada laki-laki.
“Kalau bilang sakit dada (dan) berdebar-debar dianggap manja, terus kalau masih menstruasi dianggap nggak mungkin sakit jantung. Padahal, perubahan gaya hidup perempuan sekarang, seperti merokok, kerja, dan duduk terus meningkatkan risiko serangan jantung,” ujarnya.
Bahkan, data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyebutkan bahwa ibu rumah tangga, di antara populasi perempuan Indonesia, paling rentan terkena serangan jantung.
“Bahayanya, promosi pencegahan jantung pada perempuan masih kurang bila dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan juga selalu terlambat dalam mendapatkan pertolongan pertama, pengobatan kolesterol, dan lain-lain,” kata Antonio.
Dikarenakan oleh alasan-alasan di atas, tidak heran bila perempuan lebih sering mengalami komplikasi ketika terkena serangan jantung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.