Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memprediksi Efek Uji Coba Bom Hidrogen Korut di Samudra Pasifik

Kompas.com - 26/09/2017, 17:06 WIB
Monika Novena

Penulis

KOMPAS.com -- Korea Utara berencana melakukan uji coba bom hidrogen di Samudera Pasifik. Uji coba ini diklaim pihak Korut sebagai uji coba nuklir dengan hasil ledakan terkuat dalam sejarah. Langkah ini dilakukan menyusul adanya ancaman Presiden AS Donald Trump kepada Korut melalui pidato di Majelis Umum PBB beberapa saat lalu.

"Ini bisa menjadi ledakan paling kuat dari bom Hidrogen di Pasifik," kata Ri Yong Ho, menteri luar negeri Korea Utara kepada para wartawan di PBB.

Uji coba ini menjadi isu besar karena bom hidrogen beberapa kali lipat lebih kuat dibandingkan dengan bom atom. Padahal, bom atom yang dijatuhkan Hiroshima membunuh semua makhluk hidup dalam radius 500 meter secara seketika. Selain itu, masalah utama dari rencana ini adalah lokasi uji coba, yakni samudra Pasifik.

Dalam beberapa tahun terakhir, Korea Utara sebenarnya telah melakukan uji coba nuklir, tetapi semua itu dilakukan jauh di dalam gunung. Uji coba di udara, darat, bawah air atau di luar angkasa belum pernah terjadi dalam beberapa dasawarsa.

Lalu, meskipun AS, Rusia, China, dan negara lainnya telah melakukan uji coba nuklir di daratan, luar angkasa, atau di bawah air; kebanyakan terjadi di awal Perang Dingin sekitar tahun 1945 dan dampaknya tidak akan semasif jika dilakukan sekarang.

Salah satu dampak yang dikhawatirkan adalah efek radioaktif dari ledakan uji coba nuklir Korut. Hanya sebagian kecil dari inti senjata nuklir yang diubah menjadi energi selama ledakan. Sisanya diiradiasi, meleleh, dan berubah menjadi partikel halus. Ini membuat sejumlah partikel radioaktif terlepas ke atmosfer dan menyebar kemana-mana.

Akan tetapi, partikel radioaktif akan semakin berisiko ketika berada di dekat tanah atau air. Ledakan nuklir dapat menyedot kotoran, puing, air, dan bahan lainnya; menciptakan dampak radioaktif yang lebih luas. Material ini kemudian naik hingga atmosfer dan akan menyebar sejauh ratusan kilometer.

Kondisi ini bisa menewaskan puluhan orang tak berdosa di Pasifik, termasuk para nelayan Jepang, dan masih menyebabkan masalah kanker dan kesehatan.

Meski hingga kini belum terungkap di mana lokasi sesungguhnya uji coba tersebut, pernyataan Ri Yong Ho memberi kesan bahwa Korut tengah menyiapkan ledakan yang melampaui uji coba yang pernah dilakukan oleh AS.

Pada tanggal 1 Maret 1954, militer AS memasang perangkat termonuklir di Bikini Atoll Kepulauan Marshal, sekitar 3700 kilometer tenggara Jepang dan 4350 kilometer barat daya Hawaii.

Bernama Castle Bravo, ledakan itu setara dengan 15 juta ton TNT atau kira-kira 1.000 kali lebih kuat dari serangan AS ke Hiroshima yang menyebabkan sekitar 150.000 korban tewas.

Para ilmuwan meremehkan kekuatan peledak tersebut dan banyak di antara mereka yang hampir terbunuh saat gempa buatan mengguncang bunker pengamatan mereka yang berada 30 kilometer dari lokasi ledakan.

Walau pada akhirnya para ilmuwan berhasil lolos dari maut, kepulauan Marshal yang terletak 160 kilometer dari ledakan tersebut tidak beruntung. Ledakan menguapkan 200 miliar ton terumbu karang Bikini Atoll, mengubah sebagian besar menjadi partikel radioaktif yang menyebar ke seluruh dunia.

Hingga saat ini, kawah sedalam 76 meter dengan lebar 1,6 kilometer yang ditinggalkan oleh ledakan tersebut dapat dilihat dari luar angkasa. Jadi, bayangkan saja jika Korea Utara benar-benar menjalankan rencananya di Samudra Pasifik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau