Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamat Datang di Tempat Terpanas Bumi Menurut NASA

Kompas.com - 09/09/2017, 21:49 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com -- Apa tebakan Anda bila ditanya mengenai tempat terpanas di bumi? Gurun Gobi? Gurun Sahara? Tebakan yang bagus, tetapi sayangnya salah.

El Azizia di Libya yang hasil pengukuran suhunya pada 13 September 1992 mencapai 58 derajat celcius? Ternyata, jawaban ini masih salah juga jika merujuk pada data satelit landsat milik Survei Geologi Amerika Serikat.

Walaupun jawaban dari pertanyaan ini berubah-ubah setiap tahunnya, ada satu tempat yang jelas-jelas pemenang dalam lomba mencapai suhu tertinggi di dunia.

(Baca juga: Selamat Datang di Pintu Neraka Turkmenistan)

Menurut Dr Steven W Running dari Universitas Montana dan anggota dari NASA Earth Observing Team, kebanyakan tempat yang menyebut diri mereka terpanas di bumi bukanlah pesaing serius bagi tempat tersebut.

Diungkapkan dalam jurnal American Meteorological Society pada tahun 2011, tempat yang dimaksud oleh Running adalah Dasht-e Lut atau yang sering disebut Gurun Lut di Iran.

Setelah menyisir data infrared dari satelit Landsat selama tujuh tahun dari 2003 hingga 2009, Running dan tim peneliti menemukan bahwa Gurun Lut adalah pemegang rekor dengan lima kali tercatat sebagai lokasi bersuhu tertinggi. Pada tahun 2005, Gurun Lut bahkan mencapai 70,7 derajat celcius, cukup panas untuk membunuh mayoritas bakteri di bumi.

Namun, tidak banyak yang mengetahui rekor ini. David Mildrexler yang merupakan salah satu peneliti dalam studi tersebut mengungkapkan alasannya. “Gurun Lut, seperti Gurun Sahara, Gurun Sonoran, dan Gurun Gobi, memiliki iklim ekstrem dan akses yang terlalu terbatas untuk pengukuran dan perawatan rutin oleh stasiun cuaca,” ujarnya seperti dikutip dari Livescience

Kerikil gelap membantu membuat Gurun Lut menjadi tempat terpanas di bumi.Jafar Sabouri/Geological Survey of Iran Kerikil gelap membantu membuat Gurun Lut menjadi tempat terpanas di bumi.

Alhasil, suhu permukaan tanah dari mayoritas tempat terpanas dalam data satelit Landsat jarang diukur secara langsung, seperti El Azizia yang sempat memegang rekor terpanas selama beberapa dekade.

Di sinilah keunggulan pengukuran suhu menggunakan satelit. Memindai setiap titik yang ada di bumi, satelit mampu mengukur “temperatur kulit tanah” (LST) dan menunjukkan tingkat kepanasan dari sebuah parsel permukaan tanah akibat radiasi dari matahari, atmosfer, dan panas lainnya.

Sebaliknya, pengukuran suhu yang biasa dilakukan oleh stasiun cuaca adalah temperatur udara yang diambil beberapa meter di atas tanah. Temperatur ini terpengaruh oleh naik turunnya massa udara di atmosfer, gerakan horizontal angin, dan kelembapan.

(Baca juga: Selamat Datang di Lubang Terdalam Bumi)

Untuk mencari LST tertinggi, Running, Mildrexler, dan Maosheng Zhao berfokus pada area-area yang gersang. Mereka telah mengetahui bahwa LST terpanas kemungkinan besar terjadi ketika cuaca cerah, tanahnya kering, dan anginnya sedikit.

Lalu, komposisi permukaan tanah juga sangat menentukan. Tanah pada lokasi LST terpanas akan menyerap cahaya dengan sangat baik dan tidak memantulkannya kembali. Dengan kata lain, lokasi tersebut tidak mengonduksi panas dengan baik.

Seluruh karakteristik ini, didukung oleh data dari satelit Landsat, menunjuk kepada Gurun Lut yang permukaannya ditutupi oleh kerikil hitam, padang semak kerdil di Queensland, Australia, dan Pegunungan Flaming di China.

Gurun Lut terekam memiliki suhu terpanas pada tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2009; sedangkan padang semak kerdil di Queensland mencapai suhu 69,3 derajat celcius (peringkat kedua terpanas) pada tahun 2003. Pada tahun 2008, lembah Turpan di Pengunungan Flaming mencapai 66,8 derajat celcius.

Earth Observatory NASA Perbandingan foto natural (kiri) dan foto infrared (kanan) Gurun Lut pada 6 Juli 1999

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com