Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertama Kali Terlihat, Singa Laut Kanibal Kejutkan Peneliti

Kompas.com - 23/08/2017, 10:05 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com -- Para peneliti dikejutkan oleh perilaku brutal seekor singa laut di Pulau Medny, Rusia. Dilaporkan dalam jurnal Marine Mammal Science, hewan pejantan berbobot lebih dari 1.000 kilogram tersebut tiba-tiba menyerang seekor bayi singa laut.

Ia menggigitnya dan melemparnya ke sana ke mari hingga meninggal. Tidak berhenti di situ, setelah bayi singa laut meninggal, pejantan dewasa menyobek bangkai dan memakannya, termasuk perut dan organ-organ lainnya.

Salah satu penulis studi dan pakar biologi mamalia laut yang tergabung dalam Russian Academy of Sciences dan National Oceanic and Atmospheric Administration Amerika Serikat, Vladimir Burkanov, berkata bahwa semua peneliti singa laut sedang membicarakan mengenai kejadian ini dan mempertanyakan motifnya.

(Baca juga: Praktik Kanibalisme Purba Terbongkar, Ternyata Tujuannya adalah...)

Tanpa alasan

Ini adalah perilaku kanibalisme pertama yang diamati pada singa laut Steller. Hewan tersebut bahkan dikenal sangat jarang membunuh bayi, perilaku yang sebenarnya umum di antara mamalia.

Lalu, sekalipun Steller secara rutin bertarung dengan pejantan lain untuk melindungi teritorinya, pakar biologi mamalia laut Andrew Trites dari University of British Columbia yang tidak terlibat dalam studi berkata bahwa hewan ini biasanya sangat toleran terhadap bayi singa laut.

“Aku tidak pernah melihat kejadian seperti ini,” ujar Trites.

(Baca juga: Dahsyatnya Tanaman, Bikin Ulat Kanibal agar Tidak Dimakan)

Selain itu, bagi spesies singa laut terbesar yang bisa berbobot 1133 kilogram ini, seekor bayi singa laut yang hanya berbobot 15 hingga 22 kilogram sama sekali tidak membantu mengurangi rasa lapar.

Membunuh bayi singa laut juga tidak membantu pejantan pria untuk menaklukan ibu dari bayi singa laut yang sedang berenang di laut ketika pembunuhan terjadi.

Trite berkata bahwa induk Steller biasanya sangat protektif pada anak-anaknya yang berusia kurang dari seminggu. Namun, bayi singa laut yang terbunuh sudah berusia sembilan hari sehingga sekalipun sang induk ada di sekitar mereka, Trite ragu nasib bayi akan berubah.

Psikopat

Anna Kirillova dari North Pacific Wildlife Consulting adalah salah satu yang pertama kali menyaksikan serangan tersebut pada tahun 2014. Setelah itu, tim peneliti menemukan dua bangkai bayi singa laut pada tahun 2014 dan 2013. Dalam ketiga kejadian, singa laut pejantan yang sama terlihat berlumuran darah.

Tidak diketahui dengan pasti bila singa laut tersebut memakan ketiga bangkai atau tidak, tetapi Burkanov berkata bahwa kemungkinannya sangat tinggi.

Dalam catatan sejarah sains, hanya ada dua kejadian di mana pejantan Steller membunuh bayi singa laut, tetapi keduanya tidak berakhir dengan kanibalisme.

Pada tahun 1991, misalnya, seekor pejantan menyambar bayi singa laut menggunakan giginya dan membantingkannya ke batu. Dalam kasus ini, singa laut tersebut sedang mengejar burung laut dan ketiga mangsanya berhasil melarikan diri, pejantan tersebut melampiaskan amarahnya ke bayi yang ada di dekatnya.

Akan tetapi, pejantan kanibal dalam kasus kali ini tidak memiliki alasan sama sekali sehingga Burkanov berani berkata bahwa perilaku brutal ini adalah bagian dari kepribadian singa laut tersebut. “Beberapa pejantan tenang, beberapa aktif, sedangkan yang ini sekadar abnormal,” ujarnya.

Trites pun setuju. Dia menyebut pejantan tersebut sebagai Hannibal Lecter dari dunia singa laut. “Apa yang Anda lihat di sini adalah kepribadian yang sangat psikotik,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com