Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fosil Baru Mengungkap Wajah Nenek Moyang Manusia dan Kera

Kompas.com - 18/08/2017, 21:49 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com -- Dari semua spesies yang ada di bumi, manusia paling menyerupai kera, termasuk kera kecil seperti ungka dan kera besar seperti gorila dan orangutan. Menurut para peneliti, kelompok yang secara keseluruhan disebut hominoid ini bercabang menjadi manusia, ungka, gorila, dan kera-kera lainnya sekitar 23-5 juta tahun yang lalu pada zaman Miosen.

Jika demikian, tentunya manusia dan kera memiliki nenek moyang yang sama. Rupa nenek moyang ini pun menjadi pertanyaan besar bagi para peneliti.

Kini, satu kemungkinan muncul dari sebuah tengkorak berusia 13 juta tahun. Menurut studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Nature, tengkorak tersebut berasal dari seekor primata pemanjat pohon dan pemakan buah yang menyerupai nenek moyang dari manusia dan kera.

(Baca juga: Jangan Pernah Bilang Manusia Keturunan Simpanse)

Ia masih memiliki akar gigi susu dan belum ada gigi dewasa yang tumbuh dan berdasarkan pemindaian sinar-X tiga dimensi, para peneliti menduga bahwa bayi primata ini masih berusia sekitar 16 bulan ketika meninggal.

Mereka tidak mengetahui penyebab pasti kematiannya, tetapi tumpukan abu yang menutupi fosil mengusulkan bahwa bayi primata ini meninggal akibat letusan gunung berapi.

“Berdasarkan giginya, kita juga bisa mengetahui bahwa ia adalah pemakan buah,” kata salah satu penulis studi, Eron Miller, yang juga seorang ahli primata dan paleoantropologi di Wake Forest University kepada Live Science 10 Agustus 2017.

Merujuk pada bentuk gigi, primata tersebut berasal dari genus Nyanzapithecus yang masih berhubungan dengan hominoid. Namun, gigi fosil ini lebih besar dari anggota Nyanzapithecus lainnya sehingga para peneliti pun memutuskan bahwa ia adalah spesies baru.

(Baca juga: Teori Kontroversial, Manusia Berevolusi dari Kera Akuatik)

Mereka pun memberinya nama Nyanzapithecus alesi  untuk menghormati pemburu fosil John Ekusi yang menemukannya pada tahun 2014 di danau Turkana, bagian utara Kenya. Ekusi memberinya nama panggilan “Alesi” karena “ales” memiliki arti “nenek moyang” dalam bahasa Turkana.

Penulis utama studi, Isaiah Nengo dari Stony Brook University, New York, mengatakan dalam siaran pers, N alesi adalah anggota dari kelompok primata yang sudah ada di Afrika sejak 10 juta tahun yang lalu. Penemuan Alesi menunjukkan bahwa kelompok ini dekat dengan asal kera dan manusia yang hidup sampai sekarang, dan asal ini adalah Afrika.

Sayangnya, para peneliti tidak bisa memastikan bila Alesi perempuan atau laki-laki karena primata tersebut masih terlalu muda untuk menunjukkan perbedaan yang signifikan. Namun, ukuran tengkorak dan gigi menunjukkan bahwa N alesi dewasa memiliki berat badan sekitar 11,3 kilogram.

Lalu, bagian moncong yang kecil akan membuat Alesi tampak seperti bayi ungka. Bedanya, bagian dalam telinga Alesi menunjukkan bahwa Alesi tidak bisa melakukan gerakan akrobat berayun di pepohonan seperti ungka.

“(Alesi) kemungkinan besar memiliki bentuk lokomosi memanjat yang lebih lambat seperti simpanse,” ujar Miller.

Christopher Gilbert, salah satu penulis dan pakar paleoantropologi dari Hunter College, Alesi mengatakan, karena N alesiidekat dengan nenek moyang semua kera, spesimen ini bisa menunjukkan bagaimana rupa nenek moyang semua kera dan manusia modern.

“Lagipula, spesimen kita paling mirip dengan ungka dibandingkan kera hidup lainnya. Oleh karena itu, (N alesi) bisa mendukung ide bahwa nenek moyang manusia dan kera menyerupai ungka,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau