KOMPAS.com -- Bagi Anda, pertanyaan di atas mungkin terdengar aneh. Namun, pertanyaan tersebut adalah bagian dari sebuah studi psikologi mengenai reputasi dan biayanya yang dilakukan oleh para peneliti dari Florida State University.
Dipublikasikan dalam jurnal Social Psychological and Personality Science, para peneliti melakukan empat studi terpisah untuk mengetahui sejauh mana seseorang rela berkorban untuk melindungi reputasinya.
Caranya adalah dengan meminta partisipan untuk bermain “Would You Rather?”, di mana mereka harus memilih satu dari dua skenario hipotetis.
(Baca juga: Kematian Bisa Jadi Tidak Semenakutkan yang Anda Kira)
Sebagai contoh adalah memilih antara mengamputasi tangan utama atau menerima tato permanen berbentuk swastika di wajah. Dalam satu studi, sebanyak 70 persen dari 166 partisipan yang duduk di bangku kuliah lebih memilih untuk kehilangan tangan utamanya seumur hidup daripada harus dicap sebagai Nazi seumur hidup.
Lalu, pertanyaan lainnya mengharuskan para partisipan untuk memilih antara langsung mati di tempat atau hidup hingga usia 90 tahun, tetapi dikenal secara luas sebagai pelaku pedofilia. Dari 115 partisipan voluntir, 53 persen lebih memilih untuk mati di tempat.
Untuk semakin meyakinkan penemuan mereka, para peneliti kemudian melakukan beberapa eksperimen.
Dalam salah satunya, sekelompok partisipan mahasiswa harus mengikuti ujian palsu yang menilai tingkat kerasisan seseorang. Tanpa memedulikan respons mereka, hasil ujian selalu menunjukkan bahwa partisipan adalah pribadi yang rasis.
Para peneliti kemudian memberitahu mereka bahwa hasil ini akan dipublikasikan di universitas dan satu-satunya cara untuk menghindarinya adalah dengan mengikuti eksperimen lain yang mengharuskan partisipan untuk merendam tangan dalam satu ember penuh cacing.
Bila partisipan setuju untuk mengikuti eksperimen kedua ini, para peneliti berjanji akan melupakan hasil ujian rasisme.
Ternyata, hampir sepertiga dari responden memilih untuk melindungi reputasi mereka dan merendam tangan dalam ember cacing.
Dikutip dari Seeker 2 Agustus 2017, salah satu penulis studi, Andrew J Vonasch dari University of North Carolina, mengatakan, kami sudah tahu bahwa masyarakat peduli dengan reputasi mereka, tetapi riset ini menunjukan bahwa mereka lebih peduli dari yang kami kira.
Hal ini pun sesuai dengan konsep psikologi dan sosiologi yang menyebutkan bahwa ketahanan hidup seorang individu dalam masyarakat yang kooperatif sangat tergantung pada reputasi individu.
Dalam studi tersebut, para peneliti menulis, sejarah telah membuktikan bahwa seseorang dengan reputasi moral yang buruk akan diasingkan dari komunitasnya. Bagi banyak orang, pengasingan ini bisa berarti kematian.
Vonasch mengatakan, kami berargumen bahwa reputasi diri memiliki konsekuensi yang luar biasa terhadap ketahanan hidup seseorang. Hal ini bisa menjadi alasan mengapa motivasi untuk melindungi (reputasi) begitu kuat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.