Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/07/2017, 21:07 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com – Kembar siam di dunia hewan adalah sesuatu yang langka. Oleh karena itu, ketika Marcelo Nogueira dan kolega dari State University of Northern Rio de Janeiro menulis mengenai seekor kelelawar berkepala dua di Brasil, komunitas sains pun tidak mampu mengalihkan pandangannya.

Dalam artikelnya yang dipublikasikan melalui Anatomia Histologia Embryologia, Nogueira berkata bahwa Federal Rural University of Rio de Janeiro mendapatkan spesimen tersebut dari seorang donatur yang menemukannya dalam keadaan mati di bawah pohon mangga pada 2001 silam.

Mengamati karakteristik fisiknya, para peneliti mengonklusikan bahwa kelelawar tersebut berjenis Artibeus. Lalu, dilihat dari plasenta yang masih menempel, kelelawar kembar tersebut juga diduga langsung mati setelah dilahirkan atau bahkan sudah mati sejak dalam kandungan.

(Baca juga: Pertama Kali, Nelayan Temukan Ikan Porpoise Berkepala Dua)

“Kita percaya bahwa ibu dari kelelawar kembar ini sedang bersarang di pohon tersebut ketika melahirkan,” ujar Nogueira kepada National Geographic 25 Juli 2017.

Pemindaian sinar x menunjukkan bahwa kedua kelelawar jantan tersebut memiliki dua kepala dan leher, tetapi tulang belakangnya menyatu. Mereka juga terlihat memiliki dua jantung yang berukuran sama.

MARCELO NOGUEIRA, LABORATÓRIO DE CIÊNCIAS AMBIENTAIS, UNIVERSIDADE ESTADUAL DO NORTE FLUMINENSE Sinar X kelelawar siam

Menyusul penemuan porpoise berkepala dua pada waktu lalu, spesimen ini merupakan pasangan kelelawar kembar siam ketiga yang pernah ditemukan oleh para peneliti.

Namun, hal tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh sulitnya pasangan kembar siam di dunia hewan untuk bertahan hidup.

Di antara manusia sendiri, kembar siam masih langka dan hanya terjadi sekali dalam 200.000 kelahiran. Lalu, setelah dilahirkan, tingkat kematian di antara pasangan kembar siam mencapai 80 persen. Proporsi ini jelas jauh lebih tinggi di dunia hewan yang tidak memiliki layanan medis dan sosial.

Akan tetapi lebih dari sekadar kelangkaannya, Nogueria menjelaskan bahwa mempelajari kelelawar-kelelawar ini bisa mengajari kita mengenai perkembangan mereka.

“Harapan kita adalah agar kasus-kasus seperti ini bisa mendorong perkembangan penelitian mengenai embriologi kelelawar. Bidang penelitian yang sangat luas dan menarik ini akan bisa mengambil banyak manfaat dari materi yang sudah ada dalam koleksi ilmiah,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau