JAKARTA, KOMPAS.com –- Tren di bidang kesehatan masyarakat indonesia mengalami perubahan. Sayangnya, perubahan ini bukan sesuatu yang baik.
Dokter Fiastuti Witjaksono, SpGK, mengatakan, pada tahun 1990, penyebab kematian dini tertinggi adalah infeksi saluran pernapasan bagian bawah (17,9%). Namun, pada tahun 2010, penyakit tersebut turun menjadi peringkat keenam dan digantikan stroke yang sebelumnya berada di urutan keempat (naik 76%).
Penyakit tidak menular lainnya tak kalah populer. Serangan jantung yang pada tahun 1990 berada di urutan kesembilan naik sebesar 86 persen dan pada tahun 2010, menempati urutan kelima. Begitu juga dengan diabetes. Dari urutan ke-15 pada 1990, penyakit ini naik 86 persen menjadi urutan ketujuh.
(Baca juga: Kabar Buruk, Orang Indonesia Krisis Buah dan Sayur)
“Dulu, yang banyak penyakit infeksi seperti diare karena bakteri E Coli. Sekarang yang banyak adalah penyakit tidak menular. Kanker luar biasa,” kata Fiastuti di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2017).
Di tempatnya bekerja, Rumah Sakit Cipto Mangunkuso, dokter spesialis gizi klinis itu juga merasakan hal serupa.
Saat menjadi dokter konsulen pada akhir pekan, Fiastuti bisa melihat bahwa hampir semua pasien yang perlu tata laksana gizi adalah pasien kanker. “Dari 10 yang dilaporkan mungkin enam sampai delapan adalah pasien kanker yang sudah di rawat di RSCM,” kata Fiastuti.
Kondisi yang sama juga terjadi di Rumah Sakit Jantung Jakarta, tempat bekerja Fiastuti lainnya. Meski baru dua tahun berdiri, RS Jantung Jakarta hampir tak punya tempat tidur kosong bagi pasien.
“Coba masuk ke RS Harapan Kita, antrenya dua sampai tiga bulan untuk ditangani. Akhirnya yang baru pun penuh. RS jantung baru dua tahun, antre, tidak pernah ada tempat tidur kosong,” ujarnya.
Menurut Fiastuti, berapapun jumlah dana yang dikucurkan pemerintah tak akan cukup untuk menangani penyakit tidak menular. Cara yang paling mudah justru diawali dengan memulai pola hidup sehat sebelum penyakit menyerang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.