KOMPAS.com – Bagi karang, cahaya matahari menjadi unsur penting bagi kelangsungan hidup. Namun, sinar berlebih pada perairan dangkal juga bisa mengacaukan.
Karang hidup secara simbiosis mutualisme dengan alga. Invertebrata laut ini menjadi rumah bagi alga mikroskopis dari genus Symbiodinium, yang biasa dikenal dengan zooxanthellae.
Alga memakan limbah karang dalam bentuk karbon dioksidan dan nitrogen. Sebagai gantinya, fotosintesis alga memghasilkan 90 persen protein yang dibutuhkan karang.
Radiasi sinar ultraviolet yang terlalu banyak dapat mengacaukan alga yang hidup di dalam tubuh karang.
Untuk mengatasinya, karang di perairan dangkal menghasilkan protein yang berfungsi sebagai tabir surya. Bila diamati, karang terlihat seperti bersinar.
Namun, cerita itu tak berlaku bagi karang yang hidup di perairan dalam. Pada kedalaman 165 meter, sinar matahari yang masuk sangat lemah.Diketahui, cahaya matahari hanya bisa menembus kedalaman 200 meter.
Lantas, bagaimana karang di sana bertahan hidup? Ilmuwan mengungkap, mereka ternyata menggunakan trik sulap.
Para peneliti dari University of Southampton telah mengungkap trik “sulap” karang di perairan dalam lewat penelitian yang dipublikasikan di Proceedings of the Royal Society B pada 5 Juli 2017.
Saat sinar matahari terlalu terang, karang menggunakan trik mengubah sinar pada panjang gelombang yang berbeda.
Sinar biru air laut diubah menjadi cahaya merah-jingga yang bisa diserap alga ke dalam sel mereka.
Cahaya itu akan membantu alga dalam proses fotosintesis. Pengubahan panjang gelombang warna merah-jingga tersebar di jaringan karang dari kalsium karang.
Perubahan cahaya itu diuji oleh tim peneliti yang dipimpin oleh ilmuwan karang Jörg Wiedenmann.
Pengujian dilakukan di laboratorium akuarium karang. Pengamatan ini juga disesuaikan dengan apa terjadi di lautan.
Misalnya, di Laut Merah hanya karang terdalam yang memancarkan cahaya merah-jingga.
Wiedenmann dan rekannya menemukan bahwa karang yang bercahaya merah cenderung bertahan lebih baik dalam jangka panjang.
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi penting ketika karang di lautan dangkal di seluruh dunia terancam punah.
"Habitat air dalam didiskusikan sebagai tempat perlindungan potensial untuk karang saat makin meningkatnya terumbu air dangkal yang terdegradasi," kata Wiedenmann seperti dikutip dari Science Alert pada Selasa (11/7/2017).
Sayangnya, tidak semau karang mampu menggunakan trik tersebut untuk terus bertahan di perairan yang gelap.
“Sangat penting kita melakukan yang terbaik untuk menjaga rumah mereka (karang) di air dangkal yang layak huni," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.