KOMPAS.com – Pernahkah Anda mendengar mengenai Amarna? Ibu kota Mesir tersebut muncul dan hilang dalam waktu 15 tahun selama masa pemerintahan firaun Akhenaten dan ratu Nefertiti.
Dibangun di sepanjang tepi timur sungai Nil, Akhenaten mempersembahkan kota tersebut untuk dewa matahari ciptaannya, Aten. Namun, setelah Akhenaten meninggal pada tahun 1332 sebelum masehi, agama kuno Mesir dibangkitkan kembali oleh firaun Tutankhamun dan Amarna dilupakan begitu saja.
Kini, sebuah penemuan baru mengungkapkan rahasia mengerikan di balik kota kuno tersebut. Diungkapkan oleh arkeolog Mary Shepperson melalui artikelnya di The Guardian 6 Juni 2017, bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa Amarna dibangun menggunakan tenaga dan peluh anak-anak.
(Baca juga: Makam Putri Mesir Ditemukan dalam Piramida Berusia 3800 Tahun)
Penemuan ini dimulai pada tahun 2015 ketika Shepperson bersama anggota tim arkeolog Amarna Project lainnya menggali sebuah kuburan sederhana di belakang kuburan para abdi dalem kerajaan Mesir pada bagian utara Amarna. Makam tersebut sangat sederhana dan tidak menyimpan harta benda sama sekali. Tubuh-tubuh yang dikubur juga hanya dibungkus tikar kasar.
Akan tetapi, yang lebih mengejutkan adalah usia tulang-tulang tersebut ketika meninggal. “Hampir semua tulang yang kita gali belum dewasa sepenuhnya. Mereka masih anak-anak, remaja, atau dewasa muda. Namun, kita tidak menemukan balita atau orang dewasa,” tulis Shepperson.
Para arkeolog kemudian menggambil tulang 105 individu dari tiga titik pengalian untuk dibawa ke laboratorium dan diperiksa oleh Dr Gretchen Dabbs dari Southern Illinois University.
Ternyata, dugaan awal mereka benar. Makam tersebut digunakan untuk mengubur anak-anak. Shepperson menuturkan, lebih dari 90 persen tulang-tulang tersebut berusia tujuh hingga 25 tahun. Mayoritas bahkan lebih muda dari 15 tahun.
Hal ini tentunya menjadi sesuatu yang aneh. Usia tujuh hingga 25 tahun merupakan usia yang paling tangguh untuk populasi manusia, bahkan pada era Mesir kuno sekalipun.
Namun, tulang-tulang dari 105 individu tersebut berkata lain. Luka parah menjadi sesuatu yang umum dan 10 persen dari mereka juga sudah mengalami oesteoarthritis di usia muda. Sebanyak 16 persen dari tulang belakang individu yang masih remaja juga ditemukan patah.
Melihat kondisi ini, para arkeolog menkonklusikan bahwa mereka adalah budak anak-anak dan remaja yang dipaksa melakukan pekerjaan berat sejak usia tujuh tahun.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan