KOMPAS.com - Peneliti Australia berhasil menemukan bukti terkuat tentang hubungan antara merokok dan bentuk kanker kulit yang umum.
Dalam penelitian yang melibatkan hampir 19.000 orang dalam QIMR Berghofer Medical Research Institute menemukan bahwa perokok memiliki kemungkinan dua setengah kali lebih besar untuk mengembangkan squamous cell carcinoma (SCC) dibandingkan yang bukan perokok.
"Jenis kanker ini tidak mematikan seperti melanoma. Namun lebih umum terjadi dan tetap merupakan kanker kulit yang agak serius," kata Profesor David Whiteman yang melakukan penelitian tersebut.
"Mereka bisa masuk ke dalam kulit dan menyebabkan kerusakan dan rasa sakit," katanya. "Mereka sama sekali bukan kanker sepele."
Tim peneliti menemukan risikonya sangat kuat bagi yang masih perokok, dibandingkan dengan mereka yang telah berhenti atau tidak pernah melakukannya.
"Kami juga menemukan bahwa di kalangan perokok dan bekas perokok, risiko kanker kulit tidak terpengaruh oleh berapa lama mereka merokok, seberapa berat mereka merokok," kata Prof Whiteman.
Sebaliknya, tidak ditemukan bukti bahwa perokok memiliki risiko basal cell carcinomas yang lebih tinggi (BCC) dibandingkan non-perokok.
Penelitian tersebut melibatkan 18.828 orang Kaukasia di Queensland yang berusia antara 40 sampai 69 tahun dan tidak pernah didiagnosis menderita kanker kulit.
Prof David Whiteman dan timnya melacak seberapa banyak kanker kulit yang umum terjadi dalam kelompok ini selama tiga tahun. Ini merupakan penelitian kanker kulit terbesar dan terlama di Australia.
Penelitian dimulai tahun 2010 dan masih akan berlanjut selama lima tahun ke depan. Tujuannya untuk lebih memahami hubungan genetika antara faktor risiko lingkungan dan bagaimana kerentanan seseorang yang menambah kemungkinan terkena kanker kulit.
"Kami belum mengerti bagaimana merokok dapat meningkatkan risiko squamous cell carcinoma, namun temuan ini sangat menyarankan dengan berhenti merokok, para perokok akan menurunkan risiko ke tingkat yang sama dengan mereka yang tidak pernah merokok," katanya.
"Ini adalah alasan lain untuk berhenti (merokok)," tambahnya.
Temuan penelitian ini telah dipublikasikan di Journal of Investigative Dermatology.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.