JAKARTA, KOMPAS.com -- Sofi Mursidawati panik menghubungi koleganya di berbagai daerah. Bunga Rafflesia yang hidup di Kebun Raya Bogor telah mekar dan dia pun perlu mencari benang sari jantan agar bunga betina tersebut dapat dibuahi.
Berbeda dengan tanaman lain yang memiliki dua kelamin dalam satu bunga atau hermaprodit, dalam satu Rafflesia hanya terdapat satu kelamin bunga. Kelamin bunga juga baru bisa diketahui saat Rafflesia mekar.
"Maksimal diameter sebelum mekar itu 20 sentimeter. Kalau sudah 19 atau 19,5 sentimeter, saya sudah berjaga-jaga. (Tapi) sampai sekarang belum berhasil dapat benang sari saat sedang mekar," kata Sofi
Akan tetapi, selama sepuluh kali bunga beraroma bangkai itu mekar di Kebun Raya Bogor, tidak ada "jodoh" yang datang.
Pasalnya, budi daya Rafflesia bukan perkara mudah. Masih banyak misteri yang belum terungkap dari sejumlah penelitian.
(Baca juga: Faktanya, Bukan Raffles yang Pertama Menemukan Rafflesia)
Teknik grafting
Untuk dapat hidup, Rafflesia menghisap nutrisi dari inangnya, Tetrastigma. Keberadaan Tetrastigma hampir tersebar di seluruh Indonesia. Namun, Rafflesia hanya mau menempel pada Tetrastigma di sejumlah tempat, seperti di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan,
Selain itu, Rafflesia juga termasuk tanaman eksklusif. Ia tidak dapat hidup di luar habitatnya.
Akan tetapi, untuk kali pertama, Kebun Raya Bogor berhasil mengembangkan Rafflesia di luar habitatnya melalui teknik grafting (cangkok) yang dilakukan pada Rafflesia patma.
Sofi berkata bahwa proses grafting telah dilakukan sejak 2004. Ia membawa Tetrastigma dari Kebun Raya Bogor ke Cagar Alam Pangandaran.
Kebun Raya Bogor dan Cagar Alam Pangandaran memiliki beberapa kesamaan. Meski di Pangandaran nol mdpl (meter di atas permukaan laut) dan Bogor 250 mdpl, keduanya memiliki kelembapan udara 90 persen.
Dengan perhitungan itu, Sofi berangkat ke Pangandaran. Di sana, ia mengikat batang Tetrastigma yang dibawa dari Bogor dengan batang Tetrastigma yang telah terinfeksi Rafflesia.
Sambungan itu ditunggu hingga menyatu sekitar tiga bulan dan dibawa untuk dikembangkan di Kebun Raya Bogor. Sofi mengaku sempat melupakan proyek itu lantaran tidak ada tanda keberhasilan
"Akhirnya pada 2010, 6 tahun kemudian, baru muncul kuncup Rafflesia. Sejak 3 Juni 2009, kok ada bentol-bentol. Lain dari yang lain, bukan penyakit, oh ternyata Rafflesia nyambung," ucapnya.
Sofi tidak mengetahui secara persis perihal lamanya waktu yang diperlukan agar kuncup rafflesia muncul. Ia menilai hal itu masih misteri bagi para peneliti.