Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/05/2017, 16:08 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

Sofi menduga hal itu disebabkan oleh tubuh rafflesia yang lebih besar dari inangnya sehingga nutrisi harus diserap secara perlahan dari Tetrastigma agar dapat bertahan hidup.

Beberapa hipotesis memang pernah disampaikan dalam sejumlah penelitian. Misalnya, sejak dari biji hingga tumbuh kuncup diperlukan waktu satu tahun. Akan tetapi, Sofi berkata bahwa hal itu tidak berlaku umum.

"Yang bisa mengontrol berkembangnya biji Rafflesia di dalam inang tidak ada. Menurut saya, wajar pertumbuhannya lama karena parasit raksasa. Di mana-mana penumpang gelap itu kecil. Supaya tidak bikin mati inangnya. Jadi dia mau tidak mau harus lambat," kata Sofi.

(Baca juga: "Grafting" Sukses Mekarkan Rafflesia)

Ancaman Kepunahan

Selain Rafflesia, Indonesia juga memiliki tanaman endemik lainnya, Bunga Bangkai (Amorphophallus titanum). Kedua tanaman itu sering kali disebut dengan satu nama, Bunga Bangkai

Menurut Sofi, baik Rafflesia maupun Bunga Bangkai terancaman. Kebakaran hutan dan alih fungsi hutan menjadi ladang kelapa sawit menjadi salah satu penyebab yang perlu dicermati.

Pasalnya, agar dapat terjadi pembuahan pada Rafflesia yang hidup di hutan, diperlukan serangga khusus untuk memindahkan benang sari dari bunga jantan ke bunga betina.

"Kalau serangga itu tidak ada, tidak akan jadi buah. Untuk Amorphophallus penyebaran biji oleh burung Rangkong. Kalau Rangkong diitembaki, juga tidak akan tersebar benang sarinya. Jadi variasi genetiknya tidak akan bertambah. Lama-lama ketahanan populasi semakin rendah," ujar Sofi.

Kini, Rafflesia dan Bunga Bangkai telah masuk sebagai tanaman yang dilindungi sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. Upaya pemerintah dalam menjaga lingkungan sangat diperlukan untuk menjaga ketahanan biodiversitas flora Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com