KOMPAS.com - Cicak tembok rumah (Cosymbotus platyurus) ternyata hewan yang pemilih.
Bagaimana tidak? Untuk berjalan saja, cicak butuh permukaan yang nyaman, tak terlalu kasar tapi juga tak terlalu halus.
Fakta tentang cicak itu diperoleh Chyntia Silvi Yanti Hasan dan Zahratul Jannah dari SMAN 80 Jakarta lewat hasil penelitiannya.
"Kami awalnya mengamati cicak yang jatuh. Kemudian hipotesisnya, cicak jatuh karena rendahnya daya rekat terhadap tingkat kekerasan media pijakannya," kata Cynthia di gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Senin (8/4/2017).
Cynthia dan rekannya lantas menguji hipotesisnya.
Mereka mengamati perilaku 40 spesimen cicak, 20 jantan dan 20 betina. Pengamatan dilakukan selama satu tahun. Spesimen cicak sendiri didapatkan di sekolah.
Penelitian dilakukan dengan mengindahkan etika makhluk hidup.
Karena termasuk hewan nokturnal, penelitian dilakukan selepas maghrib hingga tengah malam di laboratorium sekolah.
Untuk menangkap cicak tembok, dua siswi itu tidak menggunakan jaring. Mereka menggunakan laser untuk mengarahkan cicak. Laser digunakan karena cicak tertarik pada cahaya.
"Kalau sudah dekat dari tangan, matikan laser. Nanti dia seperti bingung. Baru bisa ditangkap dengan tangan. Tidak boleh panik. Kalau panik bisa melukai cicak," ucap Cynthia.
Setiap lokasi pengambilan cicak, Cynthia dan Zahratul akan menandai tempat tersebut. Usai penelitian, cicak dilepas di tempat semula. Kemudian, dilakukan proses penjinakan cicak atau aklimatisasi.
Terarium (akuarium darat) dibuat dengan menyesuaikan intensitas cahaya, suhu, makanan, dan minuman alaminya. Tak hanya itu, cicak juga perlu dibuat agar terbiasa dengan bau tangan Cynthia dan Zahratul.
Memegang cicak juga tidak bisa sembarang. "Dua jari di pundak dan dua jari di perut. Kita usap dengan tangan yang dibalut kain belacu agar terbiasa dengan bau tangan, agar dia tidak gigit. Kalau cara pegangnya salah dia bisa stres dan melepaskan ekor," kata Cynthia.
Zahratul menjelaskan, pengamatan perilaku cicak dilakukan di dalam akuarium yang dilapisi amplas dengan berbagai tingkat kekasaran. Selain itu, kecepatan gerak juga diatur dengan mengubah sudut permukaan, yakni 0 derajat, 45 derajat dan 90 derajat.
Pada permukaan kasar, amplas 80, cicak akan mengangkat tubuhnya saat berjalan, tanda tak merasa nyaman.
Jika permukaan kasar seperti pada amplas 80, cara berjalan cicak terlihat tidak nyaman, cicak akan mengangkat tubuhnya saat berjalan.
"Bahkan ada cicak yang diam saja dan ada yang lompat dari akuarium," kata Zahratul.
Sementara, cicak diketahui paling nyaman berjalan pada amplas 280.
Menurut Zahratul, hasil penelitiannya dapat diaplikasikan untuk desain interior rumah dengan memodifikasi permukaan tembok sehingga tercipta rumah bebas cicak.
Sebagian orang merasa tidak nyaman jika melihat cicak di dalam rumah. Selain itu, cicak juga dapat membawa bakteri Salmonella. Bila masuk ke manusia, bakteri itu akan menyebakan diare, demam, hingga tipus.
"Di India, mereka tidak suka cicak. Di sana dipanggilnya tik-tik. Kami abis ketemu orang India yang mengatakan bawa cicak itu mengganggu di sana, semua orang gak suka cicak," ucap Zahratul.
Hasil penelitiannya, Cynthia dan Zahratul memenangkan Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) bidang Ilmu Pengetahuan Hayati (IPH). Pada 13-20 Mei 2017 nanti, mereka akan berkompetisi pada Intel International Science and Engineering Fair (IISEF) 2017 di Los Angeles, Amerika Serikat, dengan membawa penelitian yang sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.