Manfaatkan Buah Naga untuk Sel Surya, Siswa Ini Berlaga di Amerika

Kompas.com - 08/05/2017, 19:58 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

KOMPAS.com -Energi matahari jadi salah satu alternatif untuk menjawab kebutuhan daya yang ramah lingkungan. Selain tersedia dalam jumlah melimpah, energi ini tak bikin polusi.

Sayangnya, pembuatan panel surya untuk mengubah sinar matahari menjadi listrik kini masih tidak "ramah" bagi kantung.

Salah satu jenis panel surya, Dye Sensitized Sollar Cell (DSSC) misalnya, menggunakan ruthenium kompleks yang harus diimpor dan berbiaya relatif mahal.

Miranti Ayu Kamaratih dan Octiafani Isna Ariani dari SMA Al- Hikmah, Surabaya memutar otak dan akhirnya berhasil membuat DSSC lebih murah dengan memakai limbah kulit buah naga.

Ruthenium kompleks dan kulit buah naga sama-sama berwarna merah. Selain itu, pemanfaatan limbah kulit buah naga menjadi nilai tambah bagi lingkungan.

"Karakter warna dari kulit buah naga merah mirip dengan karakter ruthenium kompleks. Ruthenium kompleks sendiri harganya sekitar Rp 10 juta isi 100 mililiter dan impor," kata Miranti di gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Senin (8/5/2017).

Miranti menuturkan, kulit buah naga diekstrak dengan etanol 96 persen pada pH 2-3 selama dua jam. Kemudian, hasil ekstraksi disaring dan diuapkan pada suhu 35 derajat celsius.

Ekstrak buah naga itu berfungsi untuk menangkap sinar matahari yang sebelumnya dikerjakan oleh ruthenium kompleks.

Untuk melakukan percobaan, Miranti dan Octiafani menggunakan fasilitas di laboratorium panel surya LIPI di Bandung, Jawa Barat.

Percobaan memakan waktu selama lima pekan. Keduanya menguji hasil dari ekstrak kulit buah naga dan ruthenium kompleks dalam menyerap energi matahari.

Hasilnya, ektrak kulit buah naga mampu menghasilkan energi sebesar 56 persen dibandingkan ruthenium kompleks.

"Hasilnya memang lebih rendah tapi sudah mencapai 56 persen efisiensinya dari ruthenium. Jadi mungkin dengan meningkatkan kestabilan warnanya, karena natural dye itu pasti tidak stabil warnannya, itu mungkin bisa mencapai rutenium," ujar Miranti.

Riset penggunaan buah naga untuk energi surya ini bukan yang pertama. Sebelumnya, peneliti dari Institut Teknik Surabaya (ITS) menggunakan daging buah naga pada panel surya.

"Cuma hasilnya lebih rendah dari kami. Karena daging buah naga mengandung air, jadi akan menguap. Kan sayang daging buahnya. Harusnya dimakan," ucap Miranti.

Hasil penelitian Miranti dan Octiafani berhasil menyabet juara I pada Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) 2016. Mereka akan berkompetisi pada ajang Intel International Science and Engineering Fair (IISEF) 2017 di Los Angeles, Amerika Serikat pada 13-20 Mei 2017.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau