KOMPAS.com - Wisatawan Singapura digigit
komodo (Varanus komodoensis) karena ada pada jarak yang terlalu dekat saat memotret kadal raksasa terbesar di dunia itu.
Kasus yang langka - hanya 30 dalam 43 tahun terakhir itu menjadi pelajaran bagi wisatawan yang berkunjung ke
Komodo dan mengingatkan kita semua tentang watak komodo.
Peneliti
reptil dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Amir Hamidy, mengatakan, sebenarnya wajar jika komodo menggigit sebab hewan itu memang predator.
Kecenderungan predator untuk menyerang seharusnya pengunjung Pulau Komodo sehingga bisa menjaga jarak dengan hewan yang hidup sejak masa dinosaurus itu.
"Cara menghindari digigit simple, ikuti aturan main safety yang diatur oleh taman nasional," ungkap Amir saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/5/2017).
Amir mengungkapkan, komodo biasanya menggigit bila dalam kondisi terancam dan marah serta lapar. Ada tanda-tanda yang bisa dilihat saat komodo marah.
"Lehernya biasanya digelembungkan ekornya ditekuk siap-siap nyabet. Itu kalau dia marah," terang Amir.
Sementara, jika dalam kondisi lapar, komodo tak memiliki tanda khusus saat akan menyerang. Hewan berukuran sekitar 3 meter itu akan langsung meggigit.
Seberapa Mematikan Gigitan Komodo?
Selama puluhan tahun, ilmuwan percaya bahwa komodo mematikan sebab mulutnya kaya akan bakteri patogen.
Namun, Amir mengatakan, "Bakteri ini ditemukan pada Varanus lain dan umum pada karnivor. Mematikan manusia? Tidak asal mendapatkan perawatan intensif."
Bakteri itu jelas berpotensi menginfeksi mangsa atau manusia yang digigit. Namun bakteri itu saja tak akan mematikan.
Tahun 2009, Bryan Fry dari University of Queensland menemukan, komodo ternyata memiliki kelenjar bisa yang dapat menghasilkan racun seperti halnya ular.
Namun, bisa komodo tak sekuat ular. "Bisanya tingkat menengah mungkin iya. Tetapi lethal ke manusia seperti selevel ular berbisa tinggi, kobra, bungarus, tidak," jelasnya.
Lantas kondisi seperti apa yang bisa memicu kematian?
Kematian akibat komodo biasanya terjadi bila komodo dapar merobek tubuh dan menghasilkan luka besar menganga.
Saat ada luka, bisa langsung masuk ke pembuluh darah dan jaringan korban. Pada saat yang sama, bakteri menginfeksi bagian yang luka.
Kombinasi luka, bakteri, dan bisa itu yang kemudian menyebabkan kematian. "Itu betul dan make sense," kata Amir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.