Ternyata pada tahun 1898 tulisan kartini diterbitkan di Bijdragen tot de Taal, Land en Volkenkunde yang merupakan bacaan kalangan kaum intelektual. Namanya pun menjadi terkenal setelah penerbitan itu.
Tulisan lain juga dimuat dalam majalah De Echo yang ia tulis dengan nama samaran Tiga Soedara. Surat kabar terbesar saat itu de Locomotief sampai memberikan pujian kepada Kartini sebagai wartawati pertama.
Pada tahun yang sama Kartini bersama kedua adikknya, Roekmini dan Kardinah mengirimkan bantuan mereka untuk keperluan Nationale Tentoonstelling voor Vrouwenarbeid (Pameran Nasional Karya Wanita di Denhaag). Ada beberapa barang yang dikirim tapi yang paling menarik adalah alat-alat pembatikan yang digunakan untuk memeragakan proses membatik dari awal hingga akhir dilengkapi dengan panduan yang menjelaskan seluruh pekerjaan pembatikan.
Tulisan ini disusun dalam bahasa Belanda. Mengingat ditulis sendiri oleh seorang pribumi yang menguasi batik, tulisan itu mampu mengisi kekurangan naskah pejabat-pejabat Belanda.
Tulisan Kartini mengenai batik ini kemudian menjadi bagian penting dalam buku Standard de Batikkunst in Ned Indie en Haar Geschiedenis (Kesenian Batik di Hindia Belanda dan Sejarahnya) yang ditulis oleh G.P Rouffaer dan Dr. H.H Juynboll dan dikenal sebagai Handscrift Jepara (Manuskrip Jepara).
Secara khusus G.P. Rouffaer dan Dr. H.H.Juynboll dalam bukunya memberikan pujian dan mengomentari bagaimana kemampuan serta bakat menulis puteri Jawa ini dan menyayangkan kepergiannnya yang begitu cepat.
Buku itu kemudian diterbitkan dua kali, cetakan pertama pada tahun 1900 diterbitkan oleh H.Kleinman & CO, sedangkan cetakan kedua pada tahun 1914 diterbitkan oleg A. Oosthoek, Utrecht.
Sebelum kepergiannya, Kartini sempat menulis beberapa tulisan yang dipublikasikan, diantaranya adalah Een Gouverneur Generaaldag yang dimuat dalam Koran de echo (1903), Van Een Vergeten Uithoekje yang terbit di Eigen Haard (1903), tulisan ini menyinggung soal jepara, keresidenan yang terlupakan tapi kaya akan karya seni yang tinggi hasil dari penduduknya.
Saat Kartini hidup, akses perempuan pada pengetahuan masih terbatas. Kini, peluang terbuka jauh lebih lebar. Apapun profesinya, perempuan perlu membaca menggali pengetahuan dan menuangkannya dalam tulisan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.