Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/04/2017, 06:00 WIB
|
EditorYunanto Wiji Utomo

KOMPAS.com - Selama ini mungkin kita hanya kenal tulisan-tulisan Kartini melalui surat-surat yang dikirimkan kepada sahabatnya. Surat-surat yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang".

Namun kiprah Kartini sebagai penulis sebenarnya melampaui itu. Kartini juga menuliskan gagasannya di berbagai media seperti koran dan majalah, mencatatkan namanya hingga negeri seberang.

Kartini sedari kecil memang sudah akrab dengan berbagai buku bacaan. Apapun ia baca, mulai koran, majalah, serta buku dalam bahasa Belanda. Semenjak dipingit pada usia 12,5 tahun, otomatis tak banyak hal yang bisa ia lakukan. Satu-satunya penghiburannya adalah membaca.

Sang ayah, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, ternyata tidak menutup aksesnya untuk membaca, malah memberikan berbagai macam bacaan yang isinya masih cukup sulit untuk dicerna anak seusia Kartini. Begitu juga dengan kakak kesayangan Kartini , R.M Kartono, yang hanya terpaut dua tahun usianya juga turut memberi beragam bacaan.

Seperti dituliskan dalam buku "Kartini : Sebuah Biografi" karangan Sitisoemandari Soeroto Kartini menyukai buku-buku tentang budi luhur, pandangan hidup yang mulia, tentang jiwa yang jiwa besar. Namun semua buku bacaan ini memang tidak bisa langsung ia pahami.

Kartini akan mengulang bacaan itu berkali-kali hingga paham. Kata-kata yang tak diketahuinya akan dicatat dan ditanyakan kepada kakaknya, R.M Kartono saat pulang ke rumah. Saat itu Kartono sekolah di Hogere Burger School Semarang sehingga hanya pulang saat libur.

Tak hanya sekadar membaca, ternyata Kartini juga menganalisis isi bacaan kemudian ia tuangkan kembali dalam sebuah tulisan. Hal ini awalnya hanya diketahui sang kakak saja, baru belakangan adik-adiknya Roekmini dan Kardinah juga tahu soal kemampuan Kartini.

Tulisan pertama yang ia tulis dengan mendalam adalah soal upacara perkawinan di suku Koja (Het Huwelijk bij de Kodjas) pada tahun 1895. Saat itu ia baru berusia 16 tahun. Tulisan itu lantas ia perlihatkan kepada Marie Ovink –Soer, istri asisten residen Jepara. Ovink dengan segera meminta Kartini untuk belajar menulis lagi karena tahu ia memiliki bakat.

Tapi karangan itu justru terlupakan terselip di dalam lemarinya. Barulah ketika Kartini membersihkan lemarinya ia kembali menemukan karangan itu dan memperlihatkan kepada ayahnya.

Sang ayah kebetulan mendapat permintaan dari Koninklijk Instituut Voor Taal, Land en volkenkunde Voor Ned Indie untuk mengirimkan tulisan. Saat melihat tulisan Kartini, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat menganggap tulisan Kartini cukup berbobot sehingga justru tulisan itulah yang dikirimkan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+