KOMPAS.com - Sejarah mengungkap, pengetahuan tentang air keras ibarat pedang bermata dua. Pengetahuan itu memungkinkan manusia untuk menggunakannya sebagai senyawa bermanfaat sekaligus senjata untuk mengancam dan menyerang orang lain.
Kasus penyiraman air keras yang dilakukan dua orang pengendara motor pada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, hanya satu contoh penyalahgunaan air keras. Tahun 2016, seorang perempuan bernama Intan Novita tiba-tiba disiram air keras saat sedang mengendarai mobil.
Baca: Sedang Menyetir, Seorang Wanita di Bandung Tiba-tiba Disiram Air Keras
Air keras pada dasarnya adalah senyawa asam kuat. Senyawa bisa terbentuk antara hidrogen dengan klor (Cl), sulfida (SO4), nitrat (NO3) atau lainnya. Air keras juga bisa berarti senyawa logam klor, nitrat, bromida, ataupun sulfat.
Salah satu air keras paling tua adalah vitriol. Makalah Vladimir Kapenko dan John A Norris dari Charles University di Praha mengungkap, ahli kimia dari masa Sumeria telah melakukan klasifikasi jenis vitriol menurut warnanya.
Selanjutnya, makalah yang diterbitkan di jurnal Chemistry pada 2002 itu juga mengungkap bahwa orang Yunani telah menggunakan vitriol jenis chalcanthon untuk penghitam bahan kulit. Ibnu Sina, salah satu pakar kedokteran dari zaman kejayaan Timur Tengah, mengungkap bahwa sejumlah vitriol punya manfaat medis.
Hingga abad ke-18, permintaan terhadap senyawa asam kuat alias air keras sedikit. Sampai tibalah era industri ketika pabrik bahan pemutih berkembang. Sejumlah pakar kimia mulai mencari cara memproduksi air keras dengan konsentrasi tinggi.
American Chemical Society mengungkap, salah satu ilmuwan pertama yang berhasil membuat air keras adalah John Roebuck, fisikawan Inggris. Ia berhasil membuat air keras dengan wadah timah hingga konsentrasi 45 persen. cara yang dikembangkannya menjadi yang paling terpopuler hinga abad 19.
Kasus Penyalahgunaan
Keberhasilan pembuatan beragam senyawa asam memicu mendorong kemajuan industri pemutih, pestisida, pupuk, dan lainnya. Namun pada saat yang hampir bersamaan, tindakan kriminalitas dengan memanfaatkan air keras pun mulai terjadi.
Pada 18 Juli 1855, seperti diberitakan New York Times kala itu, seorang pria bernama James Murphy ditahan di kepolisian New York karena menyiram mata dan wajah istrinya dengan air keras. Kasus lain, seorang perempuan bernama Margaret Maloney menyiram tukang pos dengan air keras karena menyangkal telah menghamilinya.
Kasus paling fenomenal mungkin adalah antara Pangeran Leopold dan gadis yang dicintainya, Rybieska. Dirilis The Colonist pada 7 Januari 1916, cinta keduanya tak direstui orang tua sang pangeran. Sang gadis akhirnya memilih menyiram sang pangeran dengan air keras dan akhirnya bunuh diri.
Selama ratusan tahun, air keras memang kerap dimanfaatkan senjata melampiaskan amarah akibat perkara domestik. Diberitakan Kompas.com, 9 Januari 2017, Heriyanto menyiram istri dan 2 anaknya dengan air keras karena terbakar cemburu. kasus lain, siraman air keras oleh Lamaji yang cemburu menewaskan Dian Wulansari pada 1 April 2017.
Baca: Dirawat Sebulan, Wanita yang Disiram Air Keras Pacarnya Meninggal
Penyerangan berlatar belakang sosial politik seperti yang menimpa Novel Baswedan juga pernah terjadi di Ghana. Adam Mahama, tokoh utama partai oposisi Patriotik Baru Ghana, disiram air keras oleh lawan politiknya pda tahun 2015 lalu.
Kostadinka Kuneva, sekretaris Greek Trade Union of Cleaners and Housekeeper, diserang dengan air keras pada Desember 2009 karena memperjuangkan hak perempuan dan buruh. Pelaku penyerangan tersebut diduga adalah bosnya sendiri.
Air keras juga pernah mencoreng wajah pendidikan Indonesia. Diberitakan Harian Kompas pada 17 Februari 1971, iar keras pernah dimanfaatkan untuk menyerang 19 mahasiswa baru saat masa orientasi di Institut Teknologi 10 Nopember di Surabaya (ITS).
Di Indonesia, pemakaian air keras untuk tindakan kriminal meningkat sejak tahun 1970-an. Peningkatan di negara Asia lain terjadi sejak tahun 1950-an. India dan Bangladesh merupakan negara dengan pemakaian air keras untuk kriminalitas tinggi.
Menurut publikasi Ashim Mannan di Burns tahun 2006, laki-laki lebih sering menjadi korban air keras, kecuali di Bangladesh dan Taiwan. Di Inggris, laki-laki kerap jadi korban siraman air keras karena aksi antar gang. Di Bangladesh, perempuan jadi korban siraman air keras karena alasan seksual.
Studi Acid Survivor Trust, lembaga yang menangani korban siraman air keras mengungkap, serangan dengan air keras berkorelasi dengan ketimpangan gender. Di negara di mana perempuan memiliki hak sangat terbatas, kasus siraman air keras lebih tinggi.
Penanggulangan
Acid Trust Survivor mencatat, dalam setahun, kasus siraman air keras bisa lebih dari 1.500. India dan Bangladesh sebagai negara dengan kasus tertinggi sudah menyusun langkah untuk menanggulanginya. Ada hukuman khusus dan aturan pembelian air keras.
Diberitakan Slate, 4 Februari 2013, India melakukan amademen sehingga ada pasal khusus yang menyebutkan hukuman pada pelaku penyiraman air keras. Ini memungkinkan pelaku dikenakan pasal berlapis dengan hukuman bisa lebih dari 10 tahun.
Laporan Avon Global Center for Women and Justice di Cornell University mengungkap, Bangladesh membuat Acid Crime Control Act (ACCA) dan aturan hukuman mati untuk pelaku penyiraman air keras pada tahun 2002.
Menurut aturan tersebut, besarnya hukuman ditetapkan bagian yang terdampak air keras. Bila siraman mengakibatkan kebutaan hingga kerusakan organ seksual, hukumannya bisa mati. Bila tak mengakibatkan kerugian fatal pun, hukumannya bisa 3-7 tahun. Dengan aturan itu pun, penyiraman air keras ternyata masih berlangsung.
Pendekatan lain yang dilakukan adalah pengaturan penjualan dan pembelian bahan kimia. Salah satu sebab akir keras banyak digunakan untuk menyerang orang adalah karena harganya yang murah dan gampang dijangkau.
Di Indonesia, banyak bahan bahan kimia berpotensi berbahaya dan beracun dijual bebas. Air Raksa pun bisa dibeli bebas dan dimanfaatkan untuk menambang emas. Demikian juga dengan air keras yang mudah diakses.
Kasus Novel Baswedan yang berlatar belakang politik dan sejumlah kasus lain yang penyebabnya remeh temeh mungkin bisa jadi awal untuk memikirkan pengaturan dan pengawasan penjualan air keras dan bahan kimia lainnya. Aturan kerap ada tetapi tanpa pengawasan akan tetap banyak bahan berbahaya yang diperjualbelikan bebas.