KOMPAS.com - Raphael Machoulam, profesor yang dianggap sebagai pelopor di bidang riset mariyuana medis mengungkapkan ia justru tak pernah menghisap ganja.
Machoulam (86), profesor dari Universitas Hebrew di Israel, mulai meneliti ganja di tahun 1960-an. Ia menemukan zat psikoaktif dari tanaman ini, yakni tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD).
Kedua zat aktif itu sekarang ini diteliti lebih mendalam oleh para ilmuwan sebagai kandidat obat-obatan baru di bidang kanker, nyeri, dan penyakit peradangan.
Machoulam mengatakan ia tidak tahu bahwa sebenarnya melakukan pelanggaran hukum ketika polisi memberinya ganja untuk dipakai dalam penelitiannya. Di kemudian hari ia juga mendapatkan sampel dari Menteri Kesehatan Israel.
"Saya justru tidak pernah memakainya. Saya dan tim mendapatkan suplai ganja secara legal, jadi jika kami memakainya untuk tujuan non-saintifik, maka kalau ketahuan izin riset kami bisa dicabut," katanya.
Dari hasil penelitiannya, ia juga berhasil mengidentifikasi sistem otak endocannabinoid atau resepstor di otak yang berperan pada mood, memori, dan sensasi nyeri.
(Baca juga: Sejarah Penggunaan Ganja dalam Pengobatan)
Reseptor tersebut juga akan merespon pada zat-zat dalam tanaman ganja. Ini bisa menjelaskan mengapa pengguna ganja mengalami sensasi "tinggi".
Di awal tahun 1960-an, merokok ganja bukan hal yang umum di Amerika Serikat dan National Institute of Health (NIH) menolak memberikan beasiswa kepada Mechoulam untuk meneliti tanaman ganja secara khusus.
Setelah era hippie lahir di akhir tahun 1960-an, penggunaan mariyuana pun meluas. Perwakilan NIH kemudian terbang ke Israel untuk mengetahui lebih dalam hasil kerja Mechoulam.
"Pada saat itu kami mengisolasi komponen utama pada tanaman ganja, THC, dalam bentuk murni," katanya dalam wawancara dengan majalah Culture.
Meski sudah dipakai dalam pengobatan sejak ribuan tahun lalu, tetapi pemanfaatan ganja dalam pengobatan modern masih rendah.
Secara terbatas dan dikontrol ketat, zat aktif dalam ganja diperbolehkan untuk anak-anak yang menderita epilepsi atau menghilangkan efek samping kemoterapi pada pasien kanker. Di beberapa negara, tanaman ini juga bisa dipakai untuk penyakit Parkinson dan Multiple Sclerosis.
Mechoulam mengatakan, saat ini ia sudah pensiun tetapi pihak universitas masih menyediakan laboratorium jika ia ingin melanjutkan penelitiannya.
Ia juga saat ini masih aktif menjadi konsultan Menteri Kesehatan Israel. Di negara ini, pemakaian ganja dalam pengobatan disetujui secara terbatas dan digunakan sekitar 27.000 pasien.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.