Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/03/2017, 07:33 WIB
Mikhael Gewati

Penulis


KOMPAS.com
– Penderita diabetes alias diabetesi dianjurkan membatasi konsumsi gula. Alhasil mereka banyak menghindari berbagai jenis makanan, termasuk camilan. Padahal, diabetesi tetap bisa mengonsumsi kudapan enak, asal tahu rahasianya.

Salah satu rahasia itu menggunakan "modal" data indeks Glikemik (IG) makanan. Indeks ini adalah indikator kecepatan unsur karbohidrat dalam bahan pangan dapat meningkatkan kadar gula dalam darah.

Ada tiga kategori dalam pemeringkatan IG. Pertama, kategori rendah dengan angka IG kurang dari 55. Kedua, kategori sedang dengan nilai 56-69. Terakhir, kadar tinggi dengan nilai lebih dari 70.

Beberapa makanan yang masuk IG kategori tinggi adalah kentang, nasi putih, gula, roti putih, minuman bersoda, dan makanan manis. Adapun kacang-kacangan, gandum, buah-buahan segar, sayuran, dan panganan dari biji-bijian utuh, masuk daftar makanan dengan IG kategori rendah dan sedang.

Meski demikian, kandungan IG di makanan masih dapat berubah bila diolah bersama bahan lain atau dimasak dengan cara tertentu. Di sini, faktor kepedulian dan pengetahuan mengenai komposisi dan pengolahan makanan yang aman dikonsumsi diabetesi jadi penting.

Atas dasar itulah, sekelompok mahasiswa Indonesia International Institute for Life Science (i3L) mencoba mencari solusi dengan berencana mendirikan perusahaan bernama Food Aid. Mereka adalah Ricky, Steven, Rika, Verrel, Eric, Vania, Agnes, dan Tasya.

Mikhael Gewati Tujuh mahasisa Indonesia International Institute for Life Science (i3L) membuat camilan sehat dengan nama brand Food Aid.

“Lewat Food Aid kami akan memperbaiki nilai nutrisi yang ada pada makanan ringan,” papar Eric saat dihubungi Kompas.com, Senin(13/2/2017).

Sebagai langkah awal, Eric dan ketujuh rekannya membuat pancake versi sehat. Bahan dasar yang digunakan adalah tepung umbi-umbian. Menurut dia, tepung itu sudah memiliki rasa manis sehingga bisa mengurangi pemakaian gula pasir.

Adapun sebagai bahan campuran, mereka memakai susu low fat atau rendah lemak. “Dengan begitu pancake ini aman dikonsumsi penderita diabetes,” ujar Eric.

Ke depan, ungkap Eric, dia dan kelompoknya akan mengganti susu rendah lemak dengan susu kedelai agar menu tersebut lebih menyehatkan lagi.

Untuk menghindari penggunaan bahan pengawet, pancake hanya dibuat setelah ada pesanan pembelian. Namun, adonan telah lebih dahulu dibuat dan disimpan di dalam lemari pendingin.

“Adonan yang sudah dibuat akan tahan selama 4 hari,” tutur Eric.

Terkait harga jual, Eric dan kawan-kawan memasang banderol Rp 25.000–Rp 30.000 per 3 potong pancake. Dari harga tersebut mereka bisa mendapat untung 30 persen.

Food Aid berserta rancangan bisnisnya merupakan tugas akhir semester bagi kedelapan mahasiswa tersebut. Kampus mereka, i3L, memang merancang kurikulum yang tak hanya menciptakan para ahli di bidang sains tetapi juga menyiapkan lulusan yang sekaligus memiliki kemampuan bisnis.

“Mahasiswa di sini itu lulus tidak buat skripsi, tetapi membuat bisnis untuk memasarkan produk temuannya,“ papar salah satu dosen Fakultas Entrepreneurship i3L, Sekar Wulan Prasetyaningtyas, Senin (10/1/2017).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com