KOMPAS.com - Pada 2016, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan Indonesia dalam 10 besar negara dengan kasus bunuh diri terbanyak di dunia. Mengenali secepat mungkin pertanda bunuh diri, bisa jadi akan menyelamatkan setiap nyawa dari tindakan ini.
(Baca: 10 Negara dengan Angka Bunuh Diri Tertinggi di Dunia)
Pada sejumlah kejadian yang terendus media massa, gelagat seseorang punya niat bunuh diri kerap tak mendapatkan respons yang tepat.
"Waktu dibilang ada yang nge-live-in itu, saya kira cuma bohong-bohongan atau malah bahan bercandaan," aku Febri, salah satu pengguna aktif media sosial saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (22/3/2017).
Febri mengaku terkejut ketika tahu bahwa kabar itu sungguhan dan orang dimaksud benar-benar meninggal.
Kasus bunuh diri ditengarai punya korelasi kuat dengan masalah kesehatan mental, terutama depresi. Belum ada riset yang secara spesifik dapat menyebutkan penyebab pasti tragedi seperti ini, meski sejumlah faktor pemicunya sudah teridentifikasi.
(Baca: Kenali Gejala Depresi, Pemicu Utama Bunuh Diri)
Faktor genetik, trauma, dan kondisi sosial tempat seseorang berdomisili atau beraktivitas, ada di antara deretan temuan yang ditengarai memicu depresi dan bahkan bunuh diri.
Keriuhan media sosial menjadi tambahan pemicu kekinian. Sejumlah riset menguatkan dugaan korelasi antara masalah mental dan pemakaian berlebihan jejaring di dunia maya tersebut.
(Baca juga: Einstein, Zuckerberg, dan Misteri Mentalitas Generasi Medsos)
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.