KOMPAS.com – Permainan skateboard menawarkan keasyikan tersendiri bagi Jaka, lelaki di usia pertengahan 20-an ini. Dia pun tahu benar ada yang mengintai di balik keasyikan tersebut, sesuatu yang kadang menahannya membuat kreasi baru aksi gaya bebas.
"Makin sulit gayanya, makin tinggi pula risikonya," ujar Jaka.
Entakan kuat di atas papan beroda itu mengantarkan Jaka meluncur, menjauh dari undak-undakan tangga di Gelanggang Mahasiswa Soemantri Brodjonegoro, Jakarta Selatan. Tubuhnya berpeluh, kaus singletnya pun telah kuyup oleh keringat, tetapi matanya selalu berbinar setiap kali beraksi.
Catatan dari laman britannica.com menunjukkan, generasi awal skateboard berasal dari Amerika Serikat pada 1959. Bentuknya belum seperti model "kekinian". Skateboard pada masa itu kelihatan hanya seperti sepatu roda dengan papan kayu di atasnya.
Sejak diproduksi secara massal pada sekitar 1970-an, skateboard nyaris tak beranjak dari ukuran standar, yakni panjang 81 cm dan lebar 23 cm. Setiap skateboard terbagi menjadi dek sebagai tempat pemain skateboard berdiri, roda, serta truk yang melekat di antara penumpu roda dan dek.
Perkembangan masa membuktikan, skateboard menjadi hobi yang banyak menyedot perhatian kalangan usia muda. Jaka mengaku hobi ini butuh kreativitas tinggi pemain, untuk mereka dapat berselancar di atas papan dengan gaya sebebas-bebasnya.
Silakan menggunakan satu kaki untuk mengatur laju skateboard. Silakan pula berkreasi meluncur sembari melompat pada jalanan datar, tangga, hingga pegangan besi hingga tiang rambu lalu-lintas. "Boleh kok. Sah-sah saja," kata Jaka.
Namun, Jaka mengingatkan, gaya bebas yang dikedepankan di permainan skateboard inilah, yang menjadi sumber risiko permainan asyik tersebut. Tentu saja, risiko itu berupa cedera, terutama pada kaki dan tangan.
Ambillah satu gaya dasar bermain skateboard yakni kickturn. Awalnya, pemain meluncur berdiri dua kaki di atas papan. Kemudian, satu kakinya menginjak bagian belakang skateboard kuat-kuat.
Untuk mahir melakukan kickturn, jelas Jaka, butuh latihan berulang-ulang. Di sela-sela latihan itu, kadang kala pemain skateboard terjatuh dengan tumpuan kaki yang tidak pas. "Ya bisa kena (cedera) engkel (pergelangan kaki) dan dengkul-lah," tutur Jaka.
Cedera dengkul atau lutut yang berpangkal pada otot-otot di sekitar tempurung lutut—punya istilah medis anterior cruciate ligament (ACL)—merupakan ancaman bagi para penggemar kegiatan dan olahraga ekstrem, tak terkecuali pemain skateboard ini. Setidaknya, ini seturut pengalaman salah satu dokter Klinik Royal Sports Medicine Centre, Bobby Nelwan, seperti dikutip laman juara.net.
"Cedera pada ACL muncul pada keadaan atlet (atau pemain suatu permainan) tengah berlari dan mendadak berhenti kemudian berputar arah sehingga menyebabkan lutut terpuntir, atau karena melompat dan mendarat dengan posisi lutut berputar," ujar Bobby, di klinik RSMC, Selasa (19/3/2016).
Data dari Pusat Penelitian Cedera di Rumah Sakit Anak di Columbus, Ohio, AS, makin menekankan risiko cedera dari permainan skateboard ini. Pada selang waktu 1990-2008, menurut data yang juga dikutip Kompas.com pada April 2016, sekitar 65.000 anak-anak dan remaja di AS masuk ke ruang gawat darurat akibat cedera yang berhubungan dengan skateboard.
Patah tulang dan dislokasi sendi, sebut data itu, adalah cedera paling umum. Keseleo atau salah urat menyumbang 25 persen jumlah cedera. Adapun memar-memar menyumbang 20 persen jumlah cedera.