Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Efek Negatif Sering Melihat Foto Tubuh Langsing di Media Sosial

Kompas.com - 25/02/2017, 16:00 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA,  KOMPAS.com - Tak dapat dipungiri, media sosial bisa menjadi salah satu faktor yang memicu remaja mengalami gangguan makan, seperti anoreksia dan bulimia. Melihat foto teman atau figur publik terkenal yang memamerkan bentuk tubuh kurus atau langsing bisa membuat remaja ingin memiliki bentuk tubuh serupa.

Setelah mencapai tubuh yang ramping, remaja tersebut mungkin akan mengunggah foto terbarunya dengan tanda pagar #bodygoals di Instagram atau Twitter.

Fenomena itu banyak dialami pada remaja wanita. Paparan media sosial seperti itu bisa membuat remaja memilih cara instan dan tidak sehat untuk menurunkan berat badannya.

"Media sosial berpengaruh ketika ekspos media kencang banget tentang tubuh kurus, tubuh yang langsing," ujar psikolog Tara Adhisti de Thouars dalam temu media di Jakarta, Jumat (24/2/2017).

Akibat obsesi memiliki tubuh yang kurus, mereka sering tidak mau makan selama berhari-hari hingga berbulan-bulan lamanya. Keinginan untuk tidak makan sangat drastis, misalnya hanya mau makan dua sendok per hari atau bahkan tak mau minum air karena takut gemuk. Kondisi itu merupakan gejala gangguan makan anoreksia.

"Temannya sudah bilang tubuhnya kurus tapi dia masih merasa gemuk. Kalau tulangnya belum kelihatan mereka juga masih merasa gemuk. Orang dengan anoreksia akan terus menurunkan berat badannya," jelas Tara.

Adapula yang langsung memaksa memuntahkan makanan dari perutnya setiap habis makan. Perilaku tersebut dikenal dengan gangguan makan bulimia.

Meski demikian, media sosial bukan satu-satunya faktor yang memicu gangguan makan. Menurut Tara, penyebab gangguan makan adalah multifaktor. Faktor keluarga juga ikut mempengaruhi.

Misalnya jika seorang ibu sering mengeluh tubuhnya kegemukan, anak bisa menganggap gemuk itu jelek. Mereka pun lantas takut makan karena khawatir kegemukan dan tidak disukai teman-temannya.

Anak bukan berpikir soal sehat atau tidak sehat, tetapi soal penampilan yang jelek atau cantik.

Tara mengatakan, cara berpikir anak seperti itu bisa mulai terjadi pada anak usia SD. Selain itu, mereka biasanya juga memiliki kepribadian yang perfeksionis.

"Anak perfeksionis misalnya semua hal harus berjalan sesuai yang dia mau. Prestasi di sekolah biasanya bagus banget, jadi dia mau bagus di semua area, termasuk tubuhnya," ungkap Tara.

Menurut Tara, orangtua sebaiknya tidak mengejek anak jelek ketika tubuhnya mulai gemuk. Orangtua seharusnya langsung memberi contoh nyata, misalnya dengan mengajak anak berolahraga dan mengajarkan anak pola makan bergizi seimbang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau