KOMPAS.com - Peta rawan banjir perlu diperbarui. Daerah terdampak banjir di Indonesia kini meluas akibat penurunan daerah vegetasi dan resapan air serta meningkatnya kejadian cuaca ekstrem.
Peta tematik ini akan menggunakan data spasial resolusi tinggi. Peta kebencanaan ini akan mencakup seluruh Indonesia, untuk membantu pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan dan membangun sistem peringatan dini banjir.
Hal ini disampaikan Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Badan Informasi Geospasial (BIG), Nurwadjedi, dalam jumpa pers usai penandatanganan kerjasama penyusunan peta tersebut pada Rapat Koordinasi Teknis Informasi Geospasial Tematik (IGT) Tahap I tahun 2017, di Jakarta, Kamis (23/2/2017).
Pemetaan tematik ini dilaksanakan oleh Kelompok Kerja IGT (Informasi Geospasial Tematik) Kebencanaan yang terdiri dari unsur BIG, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Kerjasama pembuatan peta rawan banjir, jelas Nurwadjedi melanjutkan kemitraan yang telah terjalin antara tiga instansi ini sejak tahun 2005.
“Dalam penyusunan peta banjir kami melakukan “arisan” data,” ucap Nurwadjedi.
BIG berkontribusi pada peta dasar, peta sistem lahan, dan peta tutupan lahan. BMKG menyediakan peta curah hujan. Sedangkan Kementrian PUPR kontribusi pada data historis banjir. Kementrian ini juga sebagai pengguna untuk memantau kondisi drainase, paparnya.
Pada kerjasama selanjutnya, daerah cakupan peta akan ditingkatkan dan didetilkan dengan data spasial resolusi tinggi. Peta rawan banjir masih terbatas di 200 kabupaten. Menurut Sekretaris Utama BMKG, Widada Sulistyo masih ada sekitar 40 kabupaten rawan banjir yang belum terpetakan.
Peta rawan banjir yang telah dibuat menggunakan peta dasar berskala 1:250.000. Pada pemetaan tahap berikutnya menggunakan peta dasar terbaru berskala 1:50.000 yang telah dikeluarkan BIG. Seluruh wilayah rawan banjir akan selesai dipetakan tahun 2019.
“Peta prediksi banjir memang perlu diperbarui karena adanya perubahan tutupan lahan dan pola curah hujan yang sangat fluktuatif akibat perubahan iklim. Hal inilah yg berpotensi menimbulkan banjir karena rendahnya resapan air karena vegetasi berkurang dan sistem drainase yang tidak memadai. Dengan peta yang lebih detil, maka akan lebih terinci dalam penunjukkan daerah rawan banjir,” jelas Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Mulyono Rahadi Prabowo.
Dalam pembuatan peta rawan banjir, kata Widada, BMKG memasok data curah hujan baik historis dan data yang diperbarui setiap bulan. Data historis utk penyusunan kebijakan sedangkan data terbarukan untuk antisipasi banjir.
Dalam penyajian data curah hujan, BMKG juga menggunakan peta tematik tersebut untuk ditumpangkan (overlay) dengan peta potensi hujan setiap bulannya. Peta ini kemudian disampaikan ke publik. “Saat ini BMKG menjadi koordinator penyusunan sistem informasi H3 yaitu Hidrometeorologi, Hidrogeologi dan Hidrologi,” papar Widada.
Pemetaan Rawan Banjir berbasis Peta Sistem Lahan dan Model Elevasi Digital yang dapat mengidentifikasi daerah rawan banjir. Kemudian dengan menggunakan batasan deliniasi bentuk lahan dihasilkan tiga tipe banjir yaitu banjir bandang, banjir sungai (luapan air), dan banjir pesisir (pasang air laut),tambah Kepala Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik BIG, Lien Rosalina.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.