Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sayangi Diri, Cintai Bakteri

Kompas.com - 10/02/2017, 19:06 WIB

Oleh Adhitya Ramadhan

KOMPAS.com - Jika kita berpikiran bahwa yang paling memahami tubuh kita adalah diri kita sendiri, itu salah. Kita tidak tahu apa yang sebenarnya ada dan sedang terjadi dalam tubuh kita sendiri. Kita pun tak pernah sepenuhnya mengetahui bahwa ada triliunan mikroba yang hidup dan berinteraksi dengan tubuh kita dan memengaruhi fungsi fisiologis dan biologis kita.

Pada kuliah umum di Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Agustus 2016, Guru Besar Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran UI Pratiwi Pujilestari Sudarmono mengatakan, pada tubuh manusia terdapat banyak sekali mikroba yang tersebar di seluruh tubuh dan membentuk mikrobioma. Mikrobioma adalah kumpulan bakteri, virus, dan sel eukariotik yang mendiami dan berinteraksi dengan tubuh manusia. Mikrobioma pada tubuh manusia paling banyak terdapat di usus.

Mikrobioma berperan dalam mengatur proses biologis dan fisiologis tubuh. Bakteri pada mikrobioma, misalnya, memiliki peran pada kekebalan tubuh, nutrisi, dan perkembangan manusia.

Dalam ceramah ilmiahnya di Rumah Sakit Mayapada, Jakarta, Rabu (8/2/2017), penerima Hadiah Nobel Kedokteran tahun 1993, Sir Richard J Roberts, menyampaikan, bakteri sering menjadi penyebab penyakit infeksi. Akan tetapi, sebenarnya bakteri dalam tubuh kita juga berperan penting dalam menjaga tubuh tetap sehat.

Menurut Roberts, kita sering kali beranggapan bahwa faktor yang paling berperan dalam menjaga kesehatan tubuh ialah sistem kekebalan tubuh. Pemahaman ini luput memikirkan fakta bahwa ada banyak mikrobioma, termasuk bakteri, yang hidup pada tubuh kita dan membantu metabolisme tubuh.

"Bakteri yang bersifat patogen dalam jumlah tertentu bisa membuat seseorang sakit. Sementara kita tahu bahwa ada banyak bakteri hidup dalam tubuh kita. Artinya, mayoritas bakteri yang ada dalam tubuh kita adalah bakteri baik. Mereka ikut berperan melawan sumber infeksi, menjaga rumah mereka tetap sehat, yaitu tubuh kita," tutur Roberts.

Tak banyak digarap

Sejak teknologi pengurutan asam deoksiribonukleat (DNA) dikuasai, terjadi lompatan ilmu pengetahuan yang luar biasa. Pengurutan DNA memungkinkan manusia modern mengetahui informasi mendasar dari gen atau genom sehingga bisa mempelajari instruksi dari gen dalam pembentukan makhluk hidup. Para peneliti berlomba mengurutkan berbagai DNA untuk dipelajari, terutama terkait dengan pengembangan obat.

Akan tetapi, Roberts memandang ada area riset yang tidak banyak digarap oleh mayoritas peneliti, yakni mengungkap fungsi, relasi, dan interaksi bakteri dalam tubuh manusia. Baru sedikit fungsi bakteri yang dipahami, masih sangat banyak yang perlu dimengerti.

"Saya rasa riset bakteri ini jadi area riset masa depan," ujar Roberts, yang juga Direktur Penelitian di New England Biolabs di Massachusetts, Amerika Serikat, itu.

Roberts menyebutkan, dalam 3 tahun terakhir sudah ada beberapa peneliti yang berupaya menyingkap fungsi bakteri dalam tubuh manusia. Salah satu hasil observasi sementara yang menarik ialah adanya bakteri pada hidung yang mampu melawan bakteri Staphylococcus aureus yang kebal antibiotik metisilin (MRSA).

Temuan ini akan sangat menolong dalam mengendalikan merebaknya resistensi antibiotik, salah satunya bakteri MRSA, di dunia.

Sayangnya, ujar Roberts, kebanyakan penelitian kesehatan lebih fokus pada penyakit, misalnya bagaimana mengembangkan obat baru untuk mengatasi penyakit baru atau bagaimana respons tubuh terhadap obat.

Kontribusi perlindungan bakteri yang baik terhadap serangan bakteri jahat dalam tubuh kita sangat jarang diungkap. "Ini jadi masalah besar bagi saya," kata Roberts, Rabu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com