Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah Sederhana Melawan Trauma Kebakaran Hutan dan Lahan

Kompas.com - 31/01/2017, 18:43 WIB

Oleh Irma Tambunan dan Ichwan Susanto

KOMPAS.com - Sabtu (28/1/2017), pukul 05.00, pesan terkirim dari ponsel Komandan Korem 042/Garuda Putih, Jambi, Kolonel (Inf) Refrizal.

”Bu Ning, mohon info hotspot pagi ini. Trims”. Pesan itu berbalas, ”Pantauan sensor modis, update pukul 05.00 WIB di wilayah Jambi tidak terdapat hotspot”.

Komandan korem merupakan koordinator operasi siaga bencana kebakaran di wilayah-wilayah rentan.

Minimal tiga kali sehari, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Jambi Nurangesti serta Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Thaha, Jambi, Kurnianingsih bergantian berbagi hasil olahan data sebaran titik panas dari satelit Terra-Aqua, termasuk prakiraan cuaca harian, temperatur, hingga potensi hujan dan angin kencang. Informasi mengalir lewat grup Whatsapp ”Siaga Bencana Jambi”.

Informasi titik panas satelit NOAA juga rutin dikirim Donny Osmond, Kepala Seksi Pengendalian Kebakaran Hutan Dinas Kehutanan Jambi.

Pesan direspons anggota grup, misalnya meminta data koordinat. Mereka langsung mengecek ke lokasi.

Pada hari yang sama, pengecekan dilaporkan lewat jejaring itu. Bisa jadi temuannya kebakaran lahan, tetapi kerap hanya pembakaran sampah atau serasah. Temuan itu tetap diantisipasi dengan pemadaman.

(Baca juga: KLHK Mulai Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan)

Grup-grup itu jadi ruang informasi dan diskusi yang efektif menjaga kesiagaan dari ancaman kebakaran hutan dan lahan.

Grup yang dibangun pada 2015, saat kebakaran hutan dan lahan melanda Indonesia, itu awalnya beranggotakan 20 orang.

Kini jumlahnya 83 orang dari berbagai satuan tugas di tingkat kabupaten, provinsi, hingga pusat. Ada bupati, komandan militer dan kepolisian, pemadam, pejabat pemegang izin konsesi, hingga kalangan media.

Anggota wajib responsif. ”Jika ada yang lalai, langsung ditegur anggota lain,” kata pengelola grup, Dalmanto, yang juga Kepala Seksi Kesiapsiagaan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jambi.

Komunikasi yang lebih kurang sama diterapkan di Riau. Seluruh informasi dicek ke lapangan sebelum dilakukan pemadaman. Lewat cara itulah sejumlah titik panas dipadamkan.

Pengalaman buruk

Kesadaran pentingnya komunikasi intensif para pihak tak lepas dari pengalaman 2015. Keterlambatan antisipasi dan penanggulangan kebakaran lahan berakibat buruk dan fatal.

Pada periode Juni-November 2015, kabut asap menaungi wilayah tujuh provinsi. Kerugian setara dengan Rp 200 triliun.

Dampaknya tak pandang bulu. ”Saat itu mau konsultasi dengan dosen sulit sekali,” kata Iliyin Toni (23), pegawai kontrak di Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Tahun 2015 ia mahasiswa tingkat akhir Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Kalimantan Barat.

Sejak Juni 2016, setiap Minggu-Jumat, Toni bertugas di Posko Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, memantau layar komputer dan televisi layar datar untuk melihat sebaran titik panas.

Tugas Toni dan temannya, setiap pukul 07.00, mengirim laporan pantauan titik panas yang telah diperbarui satelit Terra-Aqua (Lapan) dan NOAA (ASMC ASEAN).

Laporan tim di posko itu pula yang sampai ke telepon pintar Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar setiap hari. Informasi akurat dan faktual jadi bahan penting mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan/lahan.

Tim di posko itu tak jarang juga memverifikasi dugaan titik panas di sejumlah kabupaten.

”Hari ini tidak ada titik api,” ucap Toni, saksi hidup kebakaran hutan dan lahan terbesar di Indonesia pada 1997.

Ia yang saat itu duduk di bangku SD harus membawa lampu senter setiap ke sekolah saat kabut asap.

Secara nasional, kebakaran hutan dan lahan masif setidaknya telah berlangsung 20 tahun. Pada 2015, kabut asap di Jambi saja membuat 40.786 orang menderita ISPA. Jarak pandang di bawah 200 meter. Penerbangan di Bandara Sultan Thaha lumpuh sebulan.

Dana besar dikeluarkan, termasuk membiayai operasi pengeboman air yang menghabiskan 6,52 juta liter air dan hujan buatan yang menghabiskan 6,7 ton garam.

(Baca juga: KLHK Mulai Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan)

Dari pengalaman itu, pencegahan gencar dilakukan. Bahkan, Senin (23/1/2017), Presiden Joko Widodo mengumpulkan sejumlah kepala daerah serta pimpinan militer dan polisi di daerah dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan.

Jauh hari, Presiden menegaskan, kemampuan aparat mengatasi kebakaran jadi indikator prestasi.

”Itu motivasi, bukan ancaman. Kami berupaya maksimal bersama masyarakat menanggulangi ini. Jika nanti ada risiko, sebagai prajurit siap saja,” tutur Komandan Korem 102/Panju Panjung Kalteng Kolonel (Arm) M Naudi Nurdika.

Dan, jalur komunikasi intensif lewat aplikasi obrolan jadi sarana meminimalkan risiko, termasuk trauma pada kebakaran dan kabut asap. (SAH/DKA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com